Indonesia Perlu Belajar dari Keteladanan Taufiq Kiemas
Indonesia membutuhkan sikap dan keteladanan seperti yang ditunjukkan Taufiq Kiemas, yang mampu melintasi batas atau sekat antargolongan dan merangkulnya dalam persatuan. Sikap ini penting untuk merajut kembali semangat persatuan yang terbelah pasca pemilihan umum.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhani
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia membutuhkan sikap dan keteladanan seperti yang ditunjukkan Taufiq Kiemas, yang mampu melintasi batas atau sekat antargolongan dan merangkulnya dalam persatuan. Sikap ini penting untuk merajut kembali semangat persatuan yang terbelah pasca pemilihan umum.
Demikianlah pesan yang disampaikan dalam peringatan enam tahun wafatnya Ketua MPR (2009-2014) Taufiq Kiemas sekaligus peringatan 118 tahun lahirnya Presiden Soekarno, Sabtu (8/6/2019) malam, di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Alumni (PA) GMNI, Jakarta Pusat. Tokoh yang hadir dalam peringatan ini antara lain Jimly Asshiddiqi, Heri Kiemas, Theo Sambuaga, dan Antasari Azhar.
"Bangsa butuh tokoh nasional yang mampu melewati atau melintasi batas dan sekat-sekat antar golongan seperti Taufiq Kiemas. Indonesa adalah bangsa yang plural. Mengelola pluralitas ini tidak mudah. Perlu banyak tokoh pemersatu bangsa," ucap Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Jimly Asshiddiqi.
Pascapemilihan umum, keterbelahan semakin besar dan ketidakpercayaan antar kelompok menguat. Hal ini diperparah dengan kehadiran berita bohong dan fitnah melalui media sosial.
Menurut Jimly, kondisi ini menyulitkan bangsa Indonesia untuk bergerak maju. Kehidupan bangsa tidak dapat dikelola tanpa adanya persatuan. Berkaitan dengan itu, setiap orang harus mawas diri bahwa politik adalah urusan lima tahunan dan berbagai persoalan, terutama perbedaan pilihan dan pendapat, tidak perlu berkepanjangan.
Idul Fitri ini menjadi momen yang tepat untuk saling meminta maaf, memberi maaf maupun bermaaf-maafan. Jimly menekankan pentingnya membawa sikap seperti itu agar keterbelahan pasca pemilu dapat teratasi.
"Mari merajut ulang semangat persatuan bangsa. Lupakan konflik, pertikaian, dan persaingan politik. Menjadi Indonesia dengan perspektif maju. Segera rukun kembali dan bangun toleransi antar kelompok," kata Jimly.
Sementara itu, Ketua Umum DPP PA GMNI Ahmad Basarah menambahkan, Soekarno dan Taufiq Kiemas merupakan sosok yang gandrung akan persatuan nasional.
"Elite politik bertikai berbeda karena pandangan politik. Saat ini perlu saling bersilaturahmi, bermaafan, merajut kembali persaudaraan kebangsaan dan kemanusiaan," ucap Basarah.