Jalur Sadang-Cikamurang bisa menjadi jalur alternatif untuk menghindari kepadatan kendaraan di Tol Trans-Jawa ataupun pantura Jawa Barat. Secara umum, kondisi jalan di jalur tersebut dalam keadaan baik.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
PURWARTA, KOMPAS — Jalur Sadang-Cikamurang bisa menjadi jalur alternatif untuk menghindari kepadatan kendaraan di Tol Trans-Jawa ataupun pantura Jawa Barat. Secara umum, kondisi jalan di jalur tersebut dalam keadaan baik.
Berdasarkan pantauan pada Jumat (7/6/2019) siang, jalur Sadang-Cikamurang yang menghubungkan antara Purwakarta dan Cirebon relatif lengang. Jalur tersebut lebih didominasi oleh kendaraan roda dua ketimbang roda empat atau lebih.
Salah satu pemudik sepeda motor, Heri Hernawan (27), rutin melewati jalur tersebut setiap mudik Lebaran. Menurut dia, lalu lintas di jalur tersebut selalu lancar setiap tahun semenjak Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) beroperasi pada 2015.
”Dulu banyak bus yang lewat jalan ini, tapi semenjak ada Cipali jadi sepi. Kebanyakan sepeda motor,” kata pria yang kembali dari kampung halamannya, Majalengka, menuju Bogor.
Jalur Sadang-Cikamurang, dari arah tol Jawa Tengah bisa diakses melalui Gerbang Tol (GT) Kertajati Majalengka atau GT Plumbon Indramayu melalui Jatiwangi Majalengka. Adapun dari arah tol Jakarta, bisa diakses melalui GT Kalihurip Purwakarta.
Secara umum, jalur Sadang-Cikamurang tersebut lebih sempit jika dibandingkan dengan Jalur Pantura Purwakarta hingga Cirebon. Jalur tersebut hanya memiliki dua lajur tanpa pembatas jalan.
Pada Jumat siang, jalur tersebut bisa ditempuh 3-3,5 jam perjalanan dengan kecepatan rata-rata 60-70 kilometer per jam. Jika dibandingkan dengan waktu tempuh melalui tol, selisihnya 1,5-2 jam perjalanan. Dengan catatan, tanpa ada kemacetan.
Kondisi jalan terlihat mulus meskipun ada beberapa titik yang bergelombang. Misalnya di Jalan Basuki Rahmat. Selain banyak tanjakan dan turunan, medan di jalur Sadang-Cikamurang juga sedikit berkelok. Spanduk peringatan kecelakaan juga terpasang di beberapa titik di Jalan Kertajati Timur.
Sebagian besar jalur tersebut sudah dilengkapi dengan lampu penerangan jalan. Termasuk di area-area rawan seperti di kawasan hutan karet Jalan Raya Cipendeuy hingga Jalan Raya Kertajati dan hutan jati di Jalan Basuki Rahmat.
Salah satu pemilik warung di kawasan kebun karet Kalijati, Nuk (42), menuturkan bahwa ia dan pemilik warung lainnya terbiasa berjualan hingga tengah malam. Adanya lampu penerangan di kawasan tersebut membuat kendaraan masih melintas pada malam hari. ”Sampai malam, biasanya sepeda motor yang sering mampir,” ujarnya.
Menurut Heri, sepanjang perjalanannya dari Majalengka hingga Subang, tak banyak kendaraan roda empat ke arah Jakarta yang melintas. Kendaraan roda empat lebih banyak terlihat dari arah Jakarta menuju Cirebon.
”Kalau dari Majalengka kebanyakan sepeda motor yang melintas. Mungkin karena mobil pada lewat tol,” katanya.
Hindari puncak arus balik
Sejumlah pemudik pada Jumat malam memadati kawasan GT Cikampek Utama. Sebagian besar memilih kembali ke Jakarta lebih awal lantaran ingin menghindari puncak arus mudik yang diprediksi terjadi pada Sabtu (8/6/2019) dan Minggu (9/6/2019).
Salah satunya adalah pemudik dari Cilacap Jawa Tengah, Aris Widodo (29). Meski akan kembali bekerja pada Senin (10/6/2019), ia memutuskan berangkat dari Cilacap ke Jakarta Jumat pukul 09.00.
”Menghindari puncak arus balik besok. Jadi, hari ini kami juga enggak buru-buru karena besok masih libur,” ujarnya.
Hal yang sama dilakukan oleh pemudik dari Purwokerto, Jawa Tengah, Wawan (55). Ia berangkat dari rumahnya menuju Bogor pada Jumat pukul 08.00. Menurut dia, lalu lintas dari GT Pejagan Brebes hingga Cikopo relatif lancar.