Khartoum, Sabtu — Aparat Sudan menangkap tokoh kelompok sipil, yaitu Mohamed Esmat, Ismail Jalab, dan Mubarak Ardol. Penangkapan mereka membuat banyak pihak makin cemas atas kelanjutan proses rekonsiliasi dan transisi Sudan.
Esmat dan Jalab merupakan petinggi Aliansi untuk Kebebasan dan Perubahan. Aliansi itu terdiri dari berbagai kelompok sipil dan lintas partai. Aliansi itu menjadi tulang punggung rangkaian aksi unjuk rasa yang berujung pada pengunduran diri Presiden Sudan Omar al-Bashir pada April 2019. Sementara Ardol merupakan juru bicara Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan Utara (SPLM-N) pimpinan Jalab.
Esmat ditangkap pada Jumat (7/6/2019). Sementara Jalab ditangkap di rumahnya pada Sabtu dini hari. ”Sejumlah orang bersenjata datang sekitar pukul 03.00 dan membawa Ismail Jalab, tidak memberi keterangan apa pun. Kami tidak tahu mereka ditahan di mana,” kata ajudan Jalab, Rashid Anwar.
Sebelum ditangkap, mereka bertemu Perdana Menteri Etiopia Abiy Ahmed di Kedutaan Besar Etiopia untuk Sudan pada Jumat siang. Abiy bertandang ke Khartoum untuk bertemu perwakilan aliansi sipil dan Dewan Transisi Militer (TMC) Sudan. Abiy menawarkan diri sebagai penengah bagi aliansi dan TMC.
Sejak Al-Bashir mundur, TMC secara faktual berkuasa di Sudan.
TMC menyatakan siap menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil. Namun, TMC ingin tetap mengendalikan Sudan sampai terbentuk pemerintahan sipil di Sudan. Sementara aliansi ingin militer segera menyerahkan kekuasaan kepada mereka.
TMC dan perwakilian kelompok sipil sudah berbulan-bulan berdialog tanpa kesepakatan. Ketidaksepakatan itu menyebabkan aksi unjuk rasa terus berlangsung setelah Al-Bashir mundur. Bahkan, kini dialog TMC-perwakilan kelompok sipil terhenti. Perwakilan kelompok sipil menolak berdialog lagi setelah aparat bersenjata dikerahkan untuk membubarkan aksi unjuk rasa pada Senin lalu.
Akibat penggunaan kekerasan itu, sedikitnya 113 orang tewas dan jumlah yang cidera tidak terhitung lagi. Pengurus Pusat Dokter Sudan (CCDS) menyebutkan, korban yang tewas ditemukan di jalan-jalan Khartoum dan Sungai Nil yang membelah Khartoum.
Kepentingan Etiopia
Di tengah kebuntuan itu, Abiy melawat ke Khartoum dan menawarkan menjadi penengah agar TMC dan kelompok sipil mau berdialog lagi. ”Tentara, warga, dan kelompok politik harus bertindak dengan keberanian dan tanggung jawab dengan segera melangkah maju demi periode transisi demokratik dan mengedepankan konsensus. Tentara harus melindungi keamanan negara, warga, dan kelompok politik harus memikirkan masa depan negara,” tuturnya.
Abiy ke Sudan karena kini sudah diterima sebagai salah satu tokoh di kawasan Afrika barat. Ia juga membawa kepentingan negaranya. Sudan dan Etiopia berbagi garis perbatasan yang panjang. Masalah di Sudan akan berdampak ke Etiopia.
Perkembangan di Sudan membuat Persatuan Afrika membekukan keanggotaan Sudan. Pembekuan diberlakukan sampai terbentuk pemerintahan transisi pimpinan sipil. Persatuan Afrika menilai hanya itu cara mengeluarkan Sudan dari krisis sekarang.
Bersama Uni Eropa, Persatuan Afrika mendesak penyelidikan atas dugaan kejahatan selama pembubaran aksi unjuk rasa, Senin lalu. Penyelidikan harus segera dilakukan. (AFP/REUTERS)