Sembilan hari menjelang dimulainya pendaftaran, Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi 2019-2023 proaktif mengajak tokoh publik untuk turut mendaftar. Kendati demikian, Pansel Capim KPK memastikan ajakan itu tidak akan menodai integritas proses seleksi pimpinan KPK.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sembilan hari menjelang dimulainya pendaftaran, Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi 2019-2023 proaktif mengajak tokoh publik untuk turut mendaftar. Kendati demikian, Pansel Capim KPK memastikan ajakan itu tidak akan menodai integritas proses seleksi pimpinan KPK.
Pendaftaran capim KPK akan dibuka pada 17 Juni-4 Juli. Pansel Capim KPK akan menyerahkan 10 calon terbaik atau separuh dari kuota yang diperlukan ke Presiden pada Oktober mendatang. Setelah itu, 10 orang itu akan diseleksi oleh DPR. Sepanjang proses berjalan, Pansel Capim KPK membuka ruang untuk publik memberi masukan hingga tahap akhir.
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih, di Jakarta, Sabtu (8/6/2019), menyatakan, panitia terus membangun komunikasi dengan tokoh publik untuk didorong agar mendaftar. Berbagai medium dimanfaatkan, seperti memasukkan tokoh-tokoh itu ke grup Whatsapp dan menyurati institusi penegak hukum atau lembaga terkait untuk mengirim tokoh terbaik. Namun hingga kini, belum ada yang merespons secara langsung.
”Barangkali karena malu. Banyak tokoh yang berintegritas, tetapi urung bersedia, mungkin sudah merasa mapan dengan pekerjaannya sekarang,” katanya.
Yenti menegaskan, ajakan tersebut tidak serta-merta memberikan jaminan tokoh yang diajak akan mendapat kemudahan dalam proses seleksi. Mereka tetap harus menjalani seleksi berdasarkan aturan.
Setelah pendaftaran, Pansel Capim KPK akan melanjutkan dengan tahapan seleksi administrasi selama empat hari kerja. Selanjutnya, pansel akan mengumumkan nama yang lolos dan membuka ruang untuk publik memberi masukan hingga tahap akhir.
Calon yang dinyatakan lolos seleksi administrasi harus menjalani tahapan profile assessment, tes obyektif, membuat makalah, tes kesehatan, dan wawancara. Sepanjang proses berjalan, pansel juga menggandeng Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Intelijen Negara, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk melakukan pelacakan terhadap rekam jejak para calon.
”Kita butuh komisioner KPK yang mumpuni agar program pemberantasan dan pencegahan korupsi berjalan dengan baik,” katanya.
Sebelumnya, pada Jumat (17/5/2019), Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 54/P Tahun 2019 menunjuk pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, sebagai Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK periode 2019- 2023 dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji menjadi Wakil Ketua.
Tujuh anggota pansel lainnya adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo, Guru Besar Fakultas Psikologi UI Hamdi Moeloek, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Marcus Priyo Gunarto, Hendardi dari Setara Institute, Al Araf dari Imparsial, Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi, serta Staf Ahli Bappenas Diani Sadia Wati.
Dari sembilan nama, tiga nama pernah menjadi Pansel Calon Pimpinan KPK periode 2014-2019, yakni Yenti, Diani, dan Harkristuti. Sementara Indriyanto pernah dipercaya menjadi salah satu komisioner KPK pada 2015.
Pimpinan KPK yang baru akan mengelola sekitar 1.500 pegawai dengan latar belakang berbeda. Ada dua jenis pegawai di KPK, yakni internal dan eksternal. Pegawai eksternal berasal dari kejaksaan dan Polri.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan, pemimpin baru harus dihormati oleh kedua jenis pegawai itu. Tugasnya tidak hanya membina pegawai internal, tetapi juga mengelola pegawai eksternal agar lembaga antirasuah itu bisa satu napas dalam pemberantasan korupsi.
Di samping itu, kata Feri, diperlukan aturan untuk memastikan pegawai eksternal tidak bermain di dua kaki. Jenjang karier pegawai eksternal di KPK harus diikuti oleh institusi asal.
Setelah semua itu terwujud, katanya, pemimpin baru juga perlu membuat skala prioritas. Selama ini, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, OTT belum menjamin ketiga institusi itu terbebas dari praktik mencuri uang negara.
”KPK harus memikirkan lembaga mana yang menjadi target pembenahan terlebih dahulu sehingga dampaknya bisa dirasakan,” katanya.