PARIS, JUMAT – Menghadapi Roger Federer pada semifinal Perancis Terbuka 2019, Rafael Nadal tidak terlalu diunggulkan untuk menang. Namun, Nadal tetaplah Nadal, petenis paling disegani di lapangan tanah liat. Meski 2019 bukan musim terbaiknya, dia memiliki kesempatan menjuarai Perancis Terbuka untuk ke-12 kali.
Dalam pertemuan ke-39 persaingan dua petenis papan atas yang dijuluki ”Fedal” itu, Nadal mengalahkan Federer, 6-3, 6-4, 6-2, di Lapangan Philippe Chatrier, Roland Garros, Paris, Jumat (7/6/2019). Lawannya pada final, Minggu, adalah pemenang laga Novak Djokovic melawan Dominic Thiem yang laganya tertunda pada set ketiga karena hujan, Jumat malam WIB.
Kemenangan Nadal itu memutus kemenangan beruntun Federer dalam lima pertemuan terakhir keduanya. Duel ini juga mewujudkan laga semifinal Indian Wells Masters, Maret, yang batal terjadi karena Nadal cedera lutut.
Cedera yang membuatnya batal tampil di Miami Masters itu serta kekalahan pada tiga semifinal turnamen tanah liat di Monte Carlo, Barcelona, dan Madrid membuat nama Nadal diturunkan sejajar dengan Djokovic dan Thiem sebagai favorit juara di Roland Garros.
Sejumlah mantan petenis yang menjadi analis media internasional menilai, peluang Nadal memenangi semifinal setara dengan Federer yang baru kembali ke Roland Garros sejak absen pada 2016. Setelah tiga tahun absen dari turnamen lapangan tanah liat, lolosnya Federer ke semifinal dinilai sebagai modal besar baginya untuk mengalahkan Nadal.
Federer berlatih di lapangan tanah liat di Swiss melawan petenis bertangan kidal sebagai persiapan melawan Nadal, dengan bantuan pelatihnya, Severin Luthi.
Meski kedua petenis yang menciptakan rivalitas terbesar di dunia tenis ini telah bertemu 38 kali, selalu ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk saling mengalahkan. Baik Luthi maupun pelatih Nadal, Carlos Moya, tak menjelaskan celah itu. Namun, seperti dikisahkan The New York Times, mereka selalu menganalisis kelemahan lawan melalui video pertandingan-pertandingan sebelumnya.
Sehari sebelum pertandingan, Nadal menuturkan, dia harus mengantisipasi permainan agresif Federer dengan cara mengubah ritme permainan dan menyerang ke depan net. Dalam perjalanan ke semifinal, maestro tenis asal Swiss ini sering menyulitkan lawan dengan akurasi pukulan yang tinggi. Dia juga mengecoh lawan dengan mengubah ritme permainan melalui drop shot, termasuk dalam pengembalian servis.
Cara itu pula yang dibawanya saat melawan Nadal untuk keenam kali di Roland Garros. Akan tetapi, semua upayanya bisa dijawab Nadal. Serangan Federer di depan net diantisipasi dengan passing shot menyusur garis pinggir. Terkadang,
Nadal membalas dengan maju ke depan net hingga terjadi adu refleks pukulan voli. Taktik Federer untuk memperpendek perebutan poin dengan drop shot juga terganggu kencangnya angin.
Meski tersingkir, Federer, sang maestro juara Perancis Terbuka 2009 ini, mendapat sambutan meriah dari penonton di Arena Philippe Chatrier. Teriakan ”Roger! Roger!” bergema ketika ia meninggalkan lapangan. Nadal pun memberikan penghormatan dengan turut bertepuk tangan bersama penonton. ”Saya selalu merasa terhormat melawan Roger karena dia adalah petenis terbaik sepanjang masa. Saya selalu bangga berhadapan dengannya,” kata Nadal, yang memuji Federer karena tampil dalam level permainan tinggi meski telah berusia 37 tahun.
Nadal juga menyatakan kegembiraannya akan tampil untuk ke-12 kali dalam final Perancis Terbuka. Petenis berjulukan ”Raja Lapangan Tanah Liat” itu selalu menang dalam 11 final sebelumnya.
Namun, untuk menambah 17 gelar Grand Slam, Nadal akan menghadapi tantangan paling berat di tanah liat. Thiem adalah lawannya pada final Perancis Terbuka 2018 yang mengejar gelar pertama dari ajang Grand Slam. Adapun Djokovic termotivasi menjadi petenis yang menjuarai empat Grand Slam, masing-masing minimal dua kali.
Dia juga berpeluang menciptakan ”Nole Slam” untuk kedua kali karena meraih empat gelar Grand Slam beruntun setelah Wimbledon 2015 hingga Perancis Terbuka 2016. Djokovic adalah juara tiga Grand Slam terakhir, yaitu Wimbledon dan AS Terbuka 2018 serta Australia Terbuka 2019.
Kisah spesial
Di bagian putri, hasil final Sabtu ini akan menjadi kisah tak terlupakan bagi Ashleigh Barty dan Marketa Vondrousova. Trofi Suzanne Lenglen akan menjadi trofi Grand Slam pertama bagi keduanya. Tunggal putri bahkan dipastikan melahirkan juara baru sejak semifinal dengan hadirnya Barty, Vondrousova, Johanna Konta, dan Amanda Anisimova. Hanya Konta yang pernah mencapai tahap yang sama, yaitu pada Australia Terbuka 2016 dan Wimbledon 2017.
Vondrousova akhirnya mengalahkan Konta, 7-5, 7-6 (7-2), dan menjadi petenis remaja pertama yang lolos ke final Perancis Terbuka sejak Ana Ivanovic pada 2007. Vondrousova dan Ivanovic, yang dikalahkan Justine Henin pada final 2007, berusia 19 tahun pada debut mereka di final Grand Slam.
“Pertandingan berat pada hari ini dan saya senang bisa mengatasi rasa gugup di akhir pertandingan,” komentar Vondrousova, petenis peringkat ke-38 dunia.
Sebelum lolos ke final Perancis Terbuka, hasil terbaik petenis Ceko tersebut di ajang Grand Slam adalah babak keempat AS Terbuka 2018. Satu gelar juara diraihnya pada 2017 dari turnamen di Swiss.
Adapun bagi Barty, yang menang atas petenis remaja lainnya, Amanda Anisimova (17), 6-7 (4), 6-3, 6-3, final di Roland Garros ini menegaskan penampilannya yang cukup konsisten pada 2019. Dia menjuarai salah satu turnamen WTA Premier Mandtory, yaitu di Miami, serta mencapai posisi terbaik dalam daftar peringkat dunia, yaitu ke-8, sejak Mei.
Berkarier di arena tenis profesional sejak 2010, pada usia 16 tahun, Barty beristirahat dari dunia tenis pada 2015 karena tak mampu bersaing pada nomor tunggal. Dia beralih menjadi atlet kriket. Namun, hanya setahun di kriket, Barty kembali ke arena tenis.
Jika juara, Barty akan menjadi petenis putri Australia pertama yang menjuarai Perancis Terbuka sejak Margaret Court pada 1973. “Ini telah menjadi perjalanan menakjubkan bagi saya. Kita lihat apa yang akan terjadi berikutnya,” kata Barty yang menjuarai ganda putri AS Terbuka 2018 bersama Coco Vandeweghe (AS). (AFP)