Setelah gagal lolos ke Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018, Belanda mulai bangkit. Final Liga Nasional lawan Portugal akan menjadi ujian pertama tim asuhan Ronald Koeman ini.
GUIMARAES, JUMAT – Satu tahun silam, tim nasional sepak bola Belanda divonis ”habis”. Dua kali beruntun mereka absen pada turnamen besar, terakhir Piala Dunia Rusia 2018. Dari puing-puing kehancuran, tim ”Oranye” terlahir kembali dan menjadi kekuatan menakutkan baru di Eropa.
Belanda melaju ke final Liga Nasional Eropa musim 2018-2019 seusai membekap semifinalis Piala Duna 2018, Inggris, 3-1, lewat perpanjangan waktu, Jumat (7/6/2019) dini hari WIB di Guimaraes, Portugal. Belanda akan menghadapi tuan rumah Portugal pada laga final Liga Nasional, Senin (10/6) dini hari WIB.
Kiprah Belanda di Liga Nasional bisa dikatakan sangat mentereng. Dalam perjalanan ke final, mereka mengalahkan tim besar, seperti juara dunia 2014 Jerman dan juara dunia 2018 Perancis. Di semifinal, giliran Inggris—tim yang diisi talenta muda hebat, seperti Dele Alli dan Raheem Sterling—menjadi korban mereka. Final Liga Nasional ini menjadi final pertama Belanda pada turnamen resmi sejak Piala Dunia Afrika Selatan 2010.
Tanpa pemain veteran, seperti Wesley Sneijder, Arjen robben, dan Robin van Persie, yang telah pensiun, Belanda kini membangun kembali kejayaan. Liga Nasional menjadi ajang yang disebut Federasi Sepak Bola Belanda (KNVB) sebagai penyapihan ”juara masa depan”. Bersama barisan talenta hebat, seperti Virgil van Dijk, Matthijs de Ligt, dan Frenkie de Jong, Oranye patut optimistis menatap masa depannya.
”Kami telah mengalahkan Jerman, Perancis, dan kini tim nomor empat dunia, Inggris. Ini mencerminkan perkembangan kami. Skuad baru ini belum pernah ke semifinal atau final sebelumnya. Jadi, ini adalah hal baru bagi kami, bagian dari perjalanan panjang tim ini,” ujar Pelatih Belanda Ronald Koeman seusai laga itu.
Belanda mengalami revolusi, bukan lagi evolusi, sejak ditangani Koeman pada awal 2018. David Winner, penulis buku Brilliant Oranye: The Neurotic Genius of Dutch Football berkata, Koeman hadir pada saat yang tepat ketika sepak bola Belanda mencoba kembali mencengkeram dunia.
Seperti halnya Ajax yang memukau lewat kiprahnya di Liga Champions musim ini, Oranye bersama Koeman juga menghidupkan kembali paham lama, total football, yang sempat dikubur pendahulunya, Louis van Gaal dan Danny Blind. Belanda mendikte Inggris dengan permainan menekan tinggi, intelegensi, operan-operan pendek, dan pola serangan segitiga yang khas pada total football.
Tekanan demi tekanan itu memaksa tim ”Tiga Singa”—yang juga berevolusi bersama Pelatih Gareth Southgate—tampil grogi. Mereka tertinggal dalam segala hal aspek laga dari Oranye dan tercerai-berai tanpa kepemimpinan gelandang Jordan Henderson yang baru dimainkan pada babak kedua.
Gawang Inggris dibombardir setidaknya 14 kali tembakan tepat ke gawang. Inggris diselamatkan buruknya penyelesaian akhir para penyerang Belanda, seperti Memphis Depay dan Ryan Babel.
Laga pun harus berlanjut ke perpanjangan waktu setelah imbang 1-1 di waktu normal. Di babak tambahan, kegugupan Inggris menjadi-jadi yang berujung terciptanya dua gol akibat kesalahan pemain belakang. Alih-alih kecewa dengan timnya, suporter Inggris justru menyoraki Van Dijk, seolah iri bek Liverpool itu membela Oranye, bukan Tiga Singa. Pertahanan solid yang digalang Van Dijk dan De Ligt memang menjadi fondasi penting dari kebangkitan Oranye.
Kekurangan striker
Phil McNulty, kolumnis sepak bola BBC, menulis, Belanda akan menjadi tim menakutkan di dunia jika lini serang mereka sama garangnya dengan pertahanan. ”Belanda kembali ke jalurnya, salah satu poros utama sepak bola dunia. Jika mendapat striker kelas dunia yang mereka inginkan, tim Koeman akan menjadi kekuatan serius di Piala Eropa 2020,” tulisnya.
Berbeda dengan generasi pendahulunya, lini depan kini menjadi sektor terlemah Belanda. Situasi itu memaksa Depay, penyerang sayap, dimainkan sebagai striker lawan Inggris. Namun, hal itu tidak mencemaskan Koeman. Menurut dia, gol bisa datang dari mana saja. ”Saat membangun rumah, Anda selalu memulainya dari bawah, bukan dari atap,” ujarnya berfilosofi.
Sementara itu, Southgate mengakui timnya banyak melakukan kesalahan, mulai dari salah oper hingga blunder fatal. Hal itu tidak lepas dari kelelahan para pemainnya. Mayoritas pemainnya memperkuat finalis Liga Champions dan Liga Europa, seperti Liverpool dan Tottenham Hotspur. Akibatnya, Henderson, Alli, dan Kane harus tampil dari bangku cadangan. (AP/AFP/JON)