JAYAPURA, KOMPAS Rentetan konflik di Provinsi Papua yang menelan korban jiwa dan mengancam keamanan petugas negara membutuhkan solusi segera. Tiga pekan terakhir terjadi tiga konflik berdarah antara warga dan aparat negara yang dipicu faktor politik, ekonomi, dan penegakan hukum.
Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey, Jumat (7/6/2019), mengatakan, saat ini Papua membutuhkan kehadiran tokoh, baik dari kalangan adat maupun rohaniwan, untuk menghentikan konflik dan mencegah keberulangannya.
”Tokoh masyarakat sebagai pihak yang dihormati di daerahnya berperan meredam sebelum terjadi konflik antara warga dan aparat keamanan,” ujar Frits, kemarin.
Selama ini, kata Frits, TNI dan Polri kurang melibatkan tokoh masyarakat dalam penanganan konflik sosial. Akibatnya, sering konflik antara kedua belah pihak berujung korban luka atau meninggal. Di Kabupaten Deiyai, 21 Mei 2019, Markas Polsek Tigi dibakar. Tiga warga mengalami kekerasan seksual, satu warga tertembak, dan satu warga tewas tertembak.
Lalu konflik di Distrik Fayit, Kabupaten Asmat, 27 Mei 2019. Salah satu anggota TNI melepaskan tembakan ke arah massa yang merusak rumah keluarga salah satu calon anggota legislatif. Empat warga meninggal dan satu terluka parah di tangan kiri.
Terakhir, konflik di Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke, 3 Juni 2019, saat polisi berinisial RK melepaskan tembakan yang menewaskan seorang pemuda. Insiden ini dipicu pertengkaran antara pelaku dan korban yang sama-sama dipengaruhi minuman keras.
”Pemda bersama TNI dan Polri harus menggandeng tokoh masyarakat secara intens. Tujuannya, agar kejadian seperti di tiga daerah tersebut tidak terulang,” kata Frits. Dihubungi secara terpisah, Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Kolonel (Inf) Muhammad Aidi mengatakan, pihaknya siap menggunakan pendekatan dalam mengatasi konflik di Papua bersama tokoh masyarakat.
Ia meminta regulasi yang melarang membawa dan menggunakan senjata di Papua diperketat. ”Sudah ada UU Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur larangan membawa senjata secara bebas. Namun, regulasi ini seolah-olah belum dilaksanakan sejumlah warga,” katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, polisi selalu memprioritaskan tokoh masyarakat setempat untuk mengatasi konflik antarwarga atau antara warga dan polisi. (FLO)