Masa Lebaran 2019 mengalirkan dana triliunan rupiah ke sejumlah daerah tujuan mudik. Gelontoran dana besar itu sangat potensial mendongkrak ekonomi daerah jika dialokasikan untuk investasi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Masa Lebaran 2019 mengalirkan dana triliunan rupiah ke sejumlah daerah tujuan mudik. Gelontoran dana besar itu sangat potensial mendongkrak ekonomi daerah jika dialokasikan untuk investasi.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, selama ini dana besar saat Lebaran itu lebih banyak digunakan untuk sektor konsumsi, seperti makanan, pakaian, dan transfer langsung. Alhasil, kurang berdampak terhadap peningkatan ekonomi jangka panjang.
“Jika disalurkan untuk investasi, potensinya sangat besar meningkatkan ekonomi daerah secara berkelanjutan,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarat, Jumat (7/6/2019).
Faisal mengatakan, dana tersebut mengalir hingga ke desa-desa. Oleh sebab itu, pemerintah daerah hingga tingat desa harus kreatif untuk memaksimalkan peluang itu.
“Fasilitasi para pemudik yang sukses di perantauan. Mereka perlu diberi tahu potensi bisnis di desa itu,” ujarnya.
Faisal mencontohkan, di desa berbasis wisata, pemudik dapat diarahkan berinvestasi dengan membuka destinasi wisata baru. Investasi ini diyakini berdampak luas karena akan menumbuhkan bisnis lainnya, seperti penginapan, rumah makan, dan penjualan suvenir.
Investasi itu juga berpeluang membuka lapangan kerja bagi warga desa. “Setelah Lebaran, ekonomi desa tetap bergerak. Jadi, dampaknya tidak sesaat,” ucapnya.
Pemerintah daerah disarankan membuat terobosan guna mengoptimalkan peluang itu. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mendata dan membentuk paguyuban para perantau yang memiliki modal berinvestasi.
Besarnya uang yang beredar selama masa Lebaran seharusnya dimaknai sebagai peluang untuk meningkatkan ekonomi nasional
“Inisiatif pemerintah daerah sangat menentukan. Ini menjadi sumber pendapatan daerah yang harus digali,” ucapnya.
Faisal menambahkan, besarnya uang yang beredar selama masa Lebaran seharusnya dimaknai sebagai peluang untuk meningkatkan ekonomi nasional. Namun, peluang itu sering dilupakan karena lebih terpengaruh faktor eksternal, seperti pelemahan ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat-China.
“Ekonomi mudik itu kekhasan perekonomian kita yang datang setiap tahun. Potensi ini bukan hanya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan, tetapi juga pemerataan ekonomi,” ujarnya.
Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan, momen Lebaran akan mendongkrak daya beli masyarakat, terutama di sektor jasa transportasi, telekomunikasi, pangan, dan pakaian. Pola belanja yang selama ini terpusat di Jakarta dan sekitarnya juga akan menyebar ke sejumlah daerah tujuan mudik.
Peningkatan daya beli itu dipicu bertambahnya sumber uang yang berpotensi dibelanjakan pada masa Lebaran. Esther mencontohkan, alokasi dana Rp 40 triliun untuk tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI dan Polri serta pensiunan.
Anggaran itu terdiri dari Rp 20 triliun untuk THR dan Rp 20 triliun untuk gaji ke-13. Total alokasi anggaran tersebut lebih tinggi dari 2018 sebesar Rp 35,76 triliun.
Pekerja swasta juga akan menerima setidaknya dua kali lipat dari penghasilan tetap. Sebab, Lebaran jatuh pada awal bulan sehingga gaji dan THR diterima dalam waktu berdekatan.
“Uang tersebut akan langsung dibelanjakan. Jadi, belanja masyarakat pada masa Lebaran bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat,” ujarnya.
Esther mengatakan, gelontaran dana itu akan berdampak pada pertumbahan ekonomi di masa Lebaran. Dia memprediksi pertubuhannya tidak lebih dari 5,2 persen. (TAM)