JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman RI menemukan seorang tahanan kasus korupsi dana pensiun PT Pertamina, Direktur Ortus Holding Ltd Edward Seky Soeryadjaya, tak berada di selnya di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (8/6/2019) malam. Edward telah meninggalkan rutan sejak Februari dengan alasan berobat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.
Temuan itu merupakan hasil pemantauan Ombudsman RI dalam rangka menjamin pelayanan publik tetap berjalan selama libur Lebaran. Pemantauan ini langsung dipimpin oleh anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala.
Saat mendatangi rutan yang berada di wilayah Jakarta Selatan itu, Meliala dan timnya sempat dilarang masuk ke dalam. Petugas rutan tak memberikan izin masuk karena belum ada persetujuan dari Kepala Rutan Kejagung Suwirjo.
Meliala mengatakan, jika timnya tidak boleh masuk, pengurus rutan harus mengajukan alasannya dan menulis berita acara. Sebab, Ombudsman datang dengan perintah undang-undang. Ada dua dasar hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Selama lebih dari setengah jam, Meliala dan timnya harus bertahan di halaman rutan menunggu izin masuk, hingga akhirnya Suwirjo tiba di rutan pukul 21.12. Suwirjo mengatakan bahwa Tim Ombudsman RI tidak boleh masuk ke dalam sel, meskipun akhirnya ia memberikan izin.
Selama lebih dari setengah jam, Meliala dan timnya harus bertahan di halaman rutan menunggu izin masuk.
”Dengan segala hormat, saya tidak bisa mengizinkan masuk ke dalam sel. Kalau dari luar, boleh,” kata Suwirjo memberikan alasan, hingga akhirnya memberikan izin Tim Ombudsman RI masuk ke dalam ruang tahanan.
Saat masuk ke dalamnya, salah satu anggota Tim Ombudsman RI menemukan papan informasi memuat ada tujuh orang ditahan di rutan tersebut. Dalam papan informasi itu juga dirinci nama setiap tahanan, termasuk kasusnya. Namun, di dalam sel hanya ditemukan enam tahanan.
Menanggapi temuan anggota Tim Ombudsman RI itu, Suwirjo mengaku bahwa satu tahanan yang tak ada di dalam sel itu adalah Edward, terdakwa kasus korupsi dana pensiun PT Pertamina. ”Nganu, yang bersangkutan lagi berobat ke rumah sakit,” ucapnya.
Suwirjo menjelaskan, Edward meninggalkan rutan sejak Februari lalu. Edward berobat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, dengan biaya pribadi. Namun, Suwirjo tidak bisa menjelaskan lebih rinci terkait sakit yang diderita Edward itu. ”Ini, tangannya kadang-kadang tidak bisa bergerak,” katanya.
Menurut Suwirjo, tahanan boleh berobat ke rumah sakit selama ada rekomendasi dari jaksa. Mekanismenya, rekomendasi dari jaksa akan diteruskan ke kepala rutan. Rumah sakit yang direkomendasikan juga terbatas RS Umum Adhyaksa milik Kejagung. Namun karena di rumah sakit itu tak tersedia layanan terapi yang dibutuhkan, sehingga Edward diizinkan berobat di RS Medistra.
Suwirjo menjelaskan, Edward meninggalkan rutan sejak Februari lalu.
Selama dirawat di RS Medistra, Suwirjo mengatakan, pihaknya tetap mengawasi aktivitas Edward di rumah sakit. ”Rekomendasi rumah sakit itu sudah disetujui oleh jaksa. Selain itu, dilakukan pengawasan terhadap Edward selama dirawat di rumah sakit,” jelasnya.
Dengan adanya temuan ini, Meliala menegaskan bahwa Rumah Sakit Medistra merupakan rumah sakit premium sehingga perlu ada kejelasan terkait hal ini. ”Ini soal pemerataan perlakuan. Bagaimana dengan tahanan yang tidak bisa mengakses rumah sakit premium?” katanya.
Sehari sebelumnya, Ombudsman juga memantau rutan Kelas I Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta. Dalam kunjungan itu, Ombudsman tidak bisa masuk ke dalam rutan.
Selain memantau pelaksanaan pelayanan publik di Rutan Kejagung, Meliala dan timnya juga memeriksa pelayanan di Kantor Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Selain itu, juga mengunjungi ruangan Traffic Management Center (TMC) Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Rumah Detensi Imigrasi di Jakarta Barat.
Meliala menilai pelayanan di Ditjen Bina Marga sudah berjalan cukup baik. Di TMC Polda Metro Jaya, Meliala sempat memeriksa keterhubungan antara operator TMC dan personel di lapangan.
Sementara untuk pelayanan di rumah detensi, Meliala menilai rumah detensi perlu memiliki program untuk ”membunuh waktu” bagi tahanan. ”Sebab, butuh waktu bertahun-tahun sebelum mereka dideportasi ke negara asal,” jelasnya
Ombudsman RI dibentuk tahun 2000, masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Melalui Keputusan Presiden No 44/2000 diterbitkan tanggal 10 Maret 2000, Komisi Ombudsman Nasional waktu itu ditugasi untuk menyiapkan konsep RUU tentang Ombudsman.
Pendirian Ombudsman salah satunya berlandaskan asumsi bahwa trias politica (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), produk abad ke-18, tidak lagi memadai pada zaman modern. Oleh sebab itu, diperlukan lembaga pengawas yang melindungi hak publik untuk mendapat pelayanan.