Waktu Pendek, Arus Balik Lebih Padat
JAKARTA, KOMPAS – Berbeda dengan arus mudik yang disebut relatif lancar, perjalanan arus balik pada Lebaran tahun ini dinilai diwarnai sejumlah persoalan. Salah satunya adalah terjadinya kemacetan di sejumlah titik di Jalan Tol Trans-Jawa pada masa arus balik.
Menurut pakar transportasi Universitas Katolik Soegijapranato, Semarang, Djoko Setijowarno, kondisi itu antara lain disebabkan oleh masa arus balik yang lebih pendek daripada waktu mudik. Dia menyebut, tahun ini, waktu untuk arus mudik ada 6 hari, sementara waktu untuk arus balik hanya 3 hari.
“Kalau tahun lalu, antara mudik dan balik itu berimbang waktunya. Kalau tahun ini, rentang waktu untuk mudik dan balik tidak seimbang. Enam hari arus mudik dan tiga hari arus balik,” kata Djoko saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (9/6/2019).
Jumlah hari yang lebih pendek itulah yang menyebabkan arus balik Lebaran relatif lebih padat dibanding ketika arus mudik. Namun, Djoko mengatakan, kemacetan yang terjadi di jalan tol saat arus balik relatif lebih mudah diurai dan dikendalikan. Sebab, di jalan tol, tidak terjadi pertemuan antara kendaraan roda empat dengan roda dua serta aktivitas masyarakat seperti pasar tumpah.
“Tol ini kan untuk roda empat saja. Jadi walaupun macet dan tersendat, masih bisa dikendalikan. Bayangin kalau macetnya di jalan non-tol, lebih susah dikendalikan karena ada mix traffic (percampuran lalu lintas) seperti kendaraan roda dua dan ada orang jualan,” ungkap Djoko.
Djoko menuturkan, rekayasa lalu lintas berupa sistem satu arah (one way) dan lawan arus (contraflow) cukup efektif mengurai kemacetan di Jalan Tol Trans-Jawa. Meski begitu, dia menilai, masih ada sejumlah persoalan yang menghambat kelancaran lalu lintas di Jalan Tol Trans-Jawa. Salah satunya adalah keberadaan gerbang tol yang berlokasi di tengah ruas tol.
Saat ini, sebagian besar gerbang tol memang berada di jalur masuk atau keluar jalan tol, tetapi masih ada sejumlah gerbang yang ada di tengah ruas tol, misalnya Gerbang Tol (GT) Cikampek Utama, GT Palimanan, GT Kalikangkung, dan sebagainya.
Menurut Djoko, beberapa gerbang yang ada di tengah ruas tol itu berpotensi menghambat kelancaran lalu lintas karena para pengendara mesti berhenti untuk melakukan transaksi di sana. Oleh karena itu, ia mengusulkan, gerbang-gerbang tol tersebut dibongkar. “Ke depan, gerbang-gerbang itu harus dilepas,” tuturnya.
Djoko memaparkan, pembongkaran gerbang tol itu sangat mungkin dilakukan tanpa harus mengganggu sistem transaksi di jalan tol. Setelah gerbang-gerbang itu dibongkar, para operator jalan tol bisa bekerja sama untuk membuat sistem transaksi baru. “Sistemnya harus dibuat karena operator jalan tol kan banyak,” katanya.
Masalah lain yang menghambat lalu lintas di Jalan Tol Trans-Jawa adalah antrean untuk masuk di rest area atau tempat istirahat. Pada waktu-waktu tertentu, sejumlah rest area bahkan sempat ditutup karena sudah penuh.
Untuk mengatasi masalah ini, Djoko mengusulkan agar pemerintah memperbanyak tempat istirahat di luar jalan tol. Dia menambahkan, tempat-tempat istirahat itu tidak harus berupa kawasan terpadu yang luas seperti rest area di jalan tol. Namun, lokasi tempat istirahat itu tidak boleh terlalu jauh dari pintu keluar tol.
“Enggak perlu rest area yang satu kawasan besar gitu. Yang penting, setelah orang keluar tol, enggak begitu jauh ada rumah makan dan pom bensin (stasiun pengisian bahan bakar umum),” ujar Djoko.
Angkutan umum
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, menyatakan, arus mudik tahun ini lebih lancar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini disebabkan sejumlah faktor, antara lain pengoperasian Jalan Tol Trans-Jawa dan Trans-Sumatera. “Memang lancar karena sudah terkoneksi tol,” katanya.
Deddy menambahkan, rekayasa lalu lintas berupa sistem satu arah (one way) dan lawan arus (contraflow) di Tol Trans-Jawa juga turut membuat arus mudik tahun ini relatif lancar. Dengan adanya sistem satu arah dan lawan arus, kendaraan yang meninggalkan Jakarta saat arus mudik diberi ruang yang lebih besar.
“Adanya contraflow dan one way memang membuat lancar arus mudik. Jadi, sebenarnya memang tidak hanya karena infrastruktur jalan tol. Karena infrastruktur sebaik apapun, kalau kendaraannya sangat banyak ya tidak akan bisa menampung,” tutur Deddy.
Namun, Deddy mengingatkan, pemerintah seharusnya tidak hanya mengandalkan jalan tol untuk memperlancar arus mudik. Sebab, dalam beberapa tahun ke depan, jalan tol yang ada sekarang juga berpotensi dilanda kemacetan karena pertumbuhan kendaraan pribadi yang sangat tinggi.
“Untuk lima tahun ke depan, jalan tol sangat rentan juga dengan kemacetan. Infrastruktur memang bertambah, tapi pertambahannya tidak bisa mengejar kecepatan pertumbuhan kendaraan pribadi,” katanya.
Oleh karena itu, Deddy menyatakan, pemerintah harus mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutan umum saat mudik. Sebab, apabila lebih banyak masyarakat yang naik angkutan umum saat mudik, masalah kemacetan bisa lebih mudah diatasi.
Menurut Deddy, pemerintah semestinya memberi fasilitas untuk menarik minat masyarakat menggunakan bus saat mudik. Fasilitas yang bisa diberikan antara lain menyediakan shuttle bus untuk memudahkan pemudik menuju terminal bus. “Kalau pemerintah serius, bisa saja disediakan shuttle gratis menuju terminal,” ujarnya.
Selain itu, operator bus juga harus meningkatkan pelayanan agar lebih banyak masyarakat yang naik bus. “Tidak hanya pemerintah, operator bus dan pengelola terminal harus melayani dengan baik,” ungkap Deddy.