Kondisi global tengah diwarnai ketidakpastian. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China diperkirakan berkepanjangan. Banyak pekerjaan rumah mesti diselesaikan Indonesia.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·2 menit baca
Kondisi global tengah diwarnai ketidakpastian. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China diperkirakan berkepanjangan. Belum lagi ada tren populisme di dunia yang menjadikan para pemimpin negara cenderung enggan melakukan reformasi secara struktural.
”Akibatnya, kebijakan cenderung populis dan bersifat sementara,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Raden Pardede, akhir Mei 2019.
Isu perubahan iklim yang berkaitan dengan kesadaran mengatasi polusi pun berpengaruh terhadap harga komoditas. Padahal, bagi Indonesia, tekanan harga komoditas, seperti batubara dan minyak kelapa sawit mentah, berdampak pada pendapatan.
Beberapa negara, seperti Jepang dan Korea Selatan, pun mengalami penuaan. Sebuah kondisi yang juga dapat berdampak bagi Indonesia lewat jalur perdagangan, yaitu perlambatan ekspor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia periode Januari-April 2019 sebesar 53,20 miliar dollar AS, turun dibandingkan pada periode yang sama tahun 2018 sebesar 58,72 miliar dollar AS. Sementara nilai impornya 55,77 miliar dollar AS, turun dibandingkan pada periode yang sama tahun 2018 sebesar 60,12 miliar dollar AS. Defisit sepanjang Januari-April 2019 mencapai 2,56 miliar dollar AS.
Terkait hal itu, para pemangku kepentingan di Indonesia harus menyelesaikan berbagai pekerjaan. Menurut Raden Pardede, pemerintah berada pada jalur yang benar ketika fokus membangun infrastruktur dan berjanji untuk kemudian juga akan berfokus pada sumber daya manusia (SDM). Namun, perlu dicatat bahwa hasil pembangunan SDM tidak dapat serta-merta terasa. Oleh karena itu, harus ada usaha lebih keras serta terobosan baru, terutama terkait reformasi struktural.
Adopsi teknologi dinilai perlu karena ekonomi digital menjadi pilar penting perekonomian. Indonesia mendapatkan bonus demografi sampai 2035.
Perang dagang AS-China telah mendorong relokasi produksi dari China ke beberapa negara di Asia Tenggara.
Terkait investasi, Director of Centennial Group dan Chief Executive Centennial Asia Advisors Manu Bhaskaran mengatakan, perang dagang AS-China telah mendorong relokasi produksi dari China ke beberapa negara di Asia Tenggara. Namun, relokasi baru pabrik-pabrik dari China terutama ke Vietnam, Thailand, dan Malaysia, bukan ke Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesian Agency for Outbound Investment Development Guspiabri Sumowigeno mengatakan, Indonesia memang mempunyai sumber daya dan pasar potensial. Namun, calon investor tetap memperhitungkan efisiensi total saat memutuskan berinvestasi di suatu negara.
Bersaing menarik investor tentu tidak mudah. Namun, pekerjaan itu bukan sesuatu yang mustahil. Ini soal kemauan dan keseriusan.