Lebih dari separuh responden jajak pendapat ”Kompas” meyakini situasi politik di Indonesia akan lebih baik setelah Lebaran. Pertemuan rekonsiliasi dua calon presiden juga masih dinanti responden.
Oleh
Ida Ayu Grhamtika Saitya/Litbang Kompas
·4 menit baca
Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, lebih dari separuh responden mengikuti rangkaian pertemuan elite politik yang berlangsung setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil Pemilu 2019. Pada 22 Mei 2019, pada kesempatan berbeda, Presiden Joko Widodo bertemu dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Komandan Komando Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Partai Demokrat dan PAN termasuk koalisi parpol pendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandiaga. Salah satu hal yang dibahas dalam pertemuan itu ialah situasi negara seusai penetapan hasil Pemilu 2019.
Sebanyak 30,6 persen responden memandang tujuan pertemuan AHY dengan Jokowi membawa kepentingan politik. Dalam pertemuan tersebut, AHY tidak hanya mengucapkan selamat atas raihan suara Jokowi-Amin yang unggul dari Prabowo-Sandiaga, tetapi juga menyampaikan harapan agar semua pihak membangun persatuan. Jika tidak puas terhadap hasil pemilu, jalur konstitusional yang sepatutnya ditempuh.
Sebelumnya, AHY juga sudah pernah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, pada 2 Mei 2019, atas undangan Presiden Jokowi. Pertemuan itu membahas situasi politik setelah pemungutan suara 17 April.
Sulit dimungkiri pertemuan Presiden Jokowi dengan petinggi PAN dan Partai Demokrat menyiratkan beragam pesan. Namun, bagi publik, apa pun isi pertemuan itu tidak terlalu penting karena yang dilihat adalah simbol kebersamaan yang terbangun.
Upaya ”mendinginkan” situasi politik usai Pemilu 2019 juga dilakukan Presiden ke-3 RI BJ Habibie yang datang ke Istana Merdeka, 24 Mei, untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Pada pertemuan ini, Habibie mengucapkan selamat atas kemenangan Jokowi dan mengingatkan semua pihak untuk menjaga persatuan.
Pertemuan capres
Komunikasi antar-elite politik tersebut tampaknya belum sepenuhnya bisa meredakan ketegangan di tengah pendukung capres-cawapres ketika dua capres yang berkontestasi belum bertemu. Terlebih, kontestasi Jokowi dan Prabowo sejak Pilpres 2014 telah membelah sebagian masyarakat.
Meski hasil pemilihan presiden pada Pemilu 2019 telah diumumkan, situasi politik Tanah Air masih belum ”adem”. Kerusuhan pada 21-22 Mei yang mewarnai unjuk rasa penolakan hasil pemilu menyisakan sejumlah pekerjaan rumah, mulai dari penyidikan terhadap perusuh, pengusutan atas adanya korban meninggal dunia, hingga dugaan makar. Tak heran 36,6 persen responden menilai situasi politik dan keamanan saat ini belum atau tidak kondusif.
Publik menantikan pertemuan Jokowi dan Prabowo sebagaimana terekam dalam jajak pendapat yang menunjukkan mayoritas responden ingin mereka bertemu empat mata. Bahkan, sebanyak 21,1 persen responden menyatakan pertemuan ini sangat diperlukan.
Upaya rekonsiliasi antara kedua kubu sebenarnya sudah mulai diinisiasi setelah pemungutan suara pada 17 April 2019, tetapi hingga saat ini belum juga terealisasi.
Tiga perempat responden meyakini pertemuan kedua capres akan meredakan ketegangan di masyarakat. Diharapkan, teladan politik dari dua tokoh itu bisa memperkecil jarak sosial yang semakin merenggang akibat polarisasi dukungan pada pemilihan presiden lalu.
Pertemuan sebaiknya tak hanya terjadi di antara elite politik, tetapi juga tokoh masyarakat dan agama. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok yang mampu menjembatani komunikasi di antara dua kubu. Seseorang yang luwes dalam pergaulan politik dan bisa membawa kepentingan bangsa. Posisi Wakil Presiden Jusuf Kalla, misalnya, dinilai strategis menjadi penengah. Sosok JK dikenal sebagai juru damai di dalam dan luar negeri. Jusuf Kalla juga telah bertemu Prabowo pada 23 Mei 2019.
Wakil Presiden Jusuf Kalla juga telah mengundang sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk membicarakan hasil pilpres (Kompas 24/5). Dalam pertemuan ini, para tokoh optimistis rakyat Indonesia bisa melaksanakan demokrasi dengan tenang.
Stabilitas politik
Di tengah perselisihan hasil perolehan suara pilpres yang masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), sebagian besar responden jajak pendapat (58,9 persen) menilai situasi politik masih tetap kondusif.
Langkah pasangan Prabowo-Sandi yang mengajukan sengketa hasil pilpres ke MK menjadi sinyal penting bahwa pada akhirnya perselisihan hasil pemilu akan berakhir di meja hakim MK. Hal ini patut diapresiasi. Ketidakpuasan terhadap hasil pilpres lebih baik ditempuh lewat jalur hukum dibandingkan melalui aksi massa yang tak terkendali. MK menjadi penentu dengan sifat putusan final dan mengikat.
Momentum hari Lebaran sebenarnya menjadi titik tepat bagi pertemuan Jokowi dan Prabowo. Lebaran yang menjadi ajang silaturahmi dan saling memaafkan membuka kesempatan menyatukan para elite politik dan masyarakat yang terbelah akibat pilihan politik. Lebih dari separuh responden meyakini situasi politik di Indonesia akan lebih baik setelah Lebaran.
Sudah selayaknya seluruh elemen bangsa bersatu dan menjalin tali persaudaraan kembali. Membangun ikatan kebangsaan yang sempat goyah akibat kontestasi demokratik di Pemilu 2019.