Faktor Keselamatan Angkutan Darat dan Laut Perlu Dievaluasi
Komite Nasional Keselamatan Transportasi fokus mengevaluasi angkutan darat dan laut pada arus mudik dan arus balik tahun ini. Secara garis besar, KNKT menilai, kondisi arus mudik dan arus balik tahun ini jauh lebih baik dibanding tahun lalu.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Nasional Keselamatan Transportasi fokus mengevaluasi angkutan darat dan laut pada arus mudik dan arus balik tahun ini. Secara garis besar, KNKT menilai, kondisi arus mudik dan arus balik tahun ini jauh lebih baik dibanding tahun lalu.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengatakan, masih ada sejumlah catatan terkait keselamatan yang perlu dievaluasi pemerintah, meski jumlah kecelakaan pada arus mudik dan arus balik tahun ini menurun dibandingkan dengan tahun lalu. Berdasarkan data Korlantas Polri selama 14 hari (H-7 sampai dengan H+5), terjadi 509 kecelakaan lalu lintas. Jumlah ini menurun 64 persen dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu 1.410 kecelakaan.
”Kami melihat sejumlah faktor yang menyebabkan kecelakan dan kelelahan pemudik, seperti belum memadainya jumlah rest area di jalan tol. Oleh sebab itu, masyarakat selalu kami imbau untuk beristirahat di luar tol,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (9/6/2019).
Selain itu, Soerjanto mengatakan, jam kerja untuk para pengemudi bus mudik gratis dan bus eksekutif harus diperhatikan. Menurut ia, jika jam kerja para pengemudi bus ini berlebihan, dapat menyebabkan kelelahan dan berpotensi menyebabkan kecelakaan.
”Waktu kerja mereka juga jadi bertambah akibat harus menempuh jalur non-tol, seperti pantura dan pansela, karena diberlakukan sistem satu arah di jalur tol. Memang selalu ada sisi positif dan negatif dari suatu kebijakan,” ucapnya.
Soerjanto mengatakan, sebagian besar kecelakaan lalu lintas tahun ini terjadi di jalur non-tol dan menimpa pemudik sepeda motor. Menurut dia, faktor kecelakaan tersebut disebabkan karena kondisi kelelahan pengemudi hingga faktor keadaan jalan raya.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum PB Ikatan Pengusaha Muda Otobus Indonesia Kurnia Lesani Adnan mengatakan, para pengemudi bus juga harus menempuh perjalanan yang lebih jauh serta medan perjalanan yang lebih berat jika harus melintasi jalur non-tol.
”Kalau di jalur tol, waktu tempuhnya bisa jadi lebih lama 3-5 jam, selain itu juga berdampak pada keterlambatan jadwal keberangkatan ataupun kedatangan bus. Hingga Minggu (9/6/2019), jadwal operasional bus terganggu karena macet di jalur pantura,” ucapnya.
Selain itu, Soerjanto mengatakan, anjloknya kereta di daerah Nagreg pada Selasa (4/6/2019), juga menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah. Meski tidak ada korban jiwa dalam anjloknya kereta ini, KNKT terus melakukan penyelidikan terkait penyebabnya.
”Kami masih selidiki penyebab utamanya, apakah penyebabnya karena kondisi kereta atau karena kondisi prasarananya. Kami juga mengapresiasi PT KAI karena bisa mengantisipasi kondisi-kondisi seperti ini,” ujarnya.
Evaluasi angkutan laut
Soerjanto mengatakan, kandasnya Kapal Mutiara Persada II yang mengangkut 308 penumpang dari Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, juga harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah. Menurut ia, informasi terkait besarnya gelombang perairan serta kondisi cuaca lokal harus terus disampaikan di tiap pelabuhan.
”BMKG sudah memasang alat pengukur arus laut, tetapi informasi ini kurang termanfaatkan di sejumlah traffic control pada pelabuhan lokal. Padahal info soal cuaca sangat penting agar nakhoda bisa tahu kapan kapal harus bersandar di pelabuhan,” ucapnya.
Sebelumnya, Sekjen Kemehub Djoko Sasono mengatakan, pemerintah sudah mengirimkan sejumlah staf ahli untuk memantau kondisi pelabuhan, seperti di Danau Toba (Sumatera Utara), Ambon, Makassar, Balikpapan, dan Pontianak. Menurut dia, sejumlah daerah ini perlu perhatian khusus terkait faktor keselamatannya.
”Seperti kondisi kapal, jumlah jaket pelampung di dalam kapal yang harus diperhatikan di beberapa daerah tersebut,” katanya.