Mereka yang Kian Terpuruk di Pantura..
Tersambungnya Jalan Tol Tans-Jawa memperlancar arus kendaraan pada mudik dan balik Lebaran. Namun, perekonomian di jalur pantai utara Jawa Barat seakan macet karena pengendara tak seramai dahulu. Pelaku usaha kecil ini masih terpuruk akibat terdampak tol.
Warga setempat mencoba memanfaatkan kehadiran pemudik dengan mendirikan warung dadakan, menjual bensin eceran, hingga menjelma pengamen. Beginilah jalan mencari rezeki. Sebab, setelah itu, pantura tak lagi dalam kendali mereka.
Di sisi jalur pantura dari Kecamatan Tegalgubug, Kabupaten Cirebon hingga Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu, Sabtu (8/6/2019) petang, jumlah warung dadakan hanya hitungan jari. Bahkan, sejumlah warung hanya tersisa bambu dan terpal di atasnya. Inilah jejak pemilik warung yang putus asa dengan jualannya. Sementara kendaraan yang menuju Jakarta masih “mengaspal” di pantura.
“Saya udah capek jaga warung. Cuma, menumpang tidur, enggak ada pembeli. Makanya, enggak jualan kalau arus balik. Penjual yang lain juga begitu,” ujar Kusniah (44), warga yang sempat mendirikan warung di Sukagumiwang saat arus mudik.
Saat ditemui Minggu (2/6) sore, Kusniah terbaring di warungnya. Tak ada pintu yang menghalau masuknya angin. Maklum, warung itu hanya beratap terpal dan rangka bambu. Tikar menjadi alasnya agar tubuhnya tidak bersentuhan langsung dengan tanah.
Warung dadakan itu baru berdiri sepekan terakhir ketika arus mudik dimulai. Namun, seperti sore itu, warungnya ditelan sepi. Arang untuk membakar sate tak berasap. Mi instan masih berjejer rapi sementara debu mulai menghinggapi botol air mineral. Saking lamanya menanti pemudik, ia pun sempat tertidur.
“Yang ramai cuma Rabu (29/5) malam. Setelah itu, sepi,” ucap warga Kertasemaya, Indramayu, ini. Menurutnya, sejak Jalan Tol Cikopo-Palimanan yang menghubungkan Jakarta dengan Cirebon beroperasi pertengahan 2015, warung dadakan di pantura kehilangan pelanggan.
“Dulu, sebelum ada tol, dapat Rp 500.000 sehari itu biasa. Sekarang, Rp 300.000 saja susah,” ujarnya. Bagaimana tidak, pelanggannya kini kebanyakan hanyalah pengendara sepeda motor. Sementara kendaraan roda empat memilih menggunakan tol. Jika lancar, dari Jakarta ke Cirebon via Cipali hanya menelan waktu 3,5 jam sedangkan lewat pantura bisa lebih dari 5 jam.
Apalagi, tahun ini, pemerintah menerapkan sistem satu arah atau one way di jalan Tol Trans Jawa ke arah timur untuk memperlancar arus kendaraan. Sistem itu diberlakukan mulai Kilometer 70 Cikampek hingga Km 414 GT Kalikangkung, Semarang, Jawa Tengah. Begitu pun saat arus balik.
Ia juga harus menghitung keuntungan, setidaknya modal kembali. Untuk membeli bambu dan terpal saja ia harus menghabiskan lebih dari Rp 1 juta. Itu pun dikerjakan sendiri oleh adiknya, Budi (32). “Ini belum termasuk biaya aliran listrik dari bangunan terdekat, sekitar Rp 100.000,” ujar Kusniah yang telah berjualan 10 tahun terakhir saat arus mudik.
Menurut Budi, warungnya bisa seluas 3 meter x 6 meter karena para pemilik warung dadakan tak lagi berjualan. Dulu, sebelum ada tol, lanjutnya, setiap warung dijatah hanya seluas 3 meter persegi.
“Harapannya, semoga pantura ramai lagi. Tapi bagaimana caranya? Dengan tol, arus kendaraan lancar. Dulu, di pantura sering macet,” ujar Budi yang sehari-hari jualan sate di Pasar Tegalgubug, Cirebon. Padahal, menurut dia, arus mudik adalah “lahan” menjaring rezeki karena banyak pemudik.
Suwito (33), warga Susukan, Kabupaten Cirebon, mengatakan, kehadiran warung dadakan membantu pemudik untuk istirahat, termasuk jika terjadi kecelakaan. “Saya kerap melihat dan membantu pemudik yang kecelakaan,” ujarnya.
Suwito yang membangun warung dadakan di pinggir jalan pantura, dekat sawah, menyediakan tikar, mi instan, hingga es kelapa bagi pemudik. Listrik yang ditarik sekitar 150 meter dari rumah tetangga juga tersedia. Di dekat warungnya, tampak bensin eceran dalam botol.
Namun, ia hanya berjualan 10 hari selama masa mudik dan balik Lebaran.“Takut enggak laku kalau kelamaan. Dulu, sebelum ada Cipali, 15 hari sebelum Lebaran saya sudah jualan. Sekarang, yang penting modal bangun tenda Rp 2,5 juta dan biaya sewa lahan Rp 200.000 kembali,” ujarnya.
Sore itu, Aminah (50) juga kebingungan mengamen. Speaker dengan aki yang tergantung di badannya tak berbunyi. Flash disk berisi lagu dangdut pantura masih tertancap di sana. Tangan keriputnya hanya menggenggam mik. “Sebelum ada Cipali, sehari dapat p 100.000. Sekarang susah sekali,” ujar nenek satu cucu ini.
Kehadiran tol membuat pantura bukan lagi satu-satunya jalur utama penghubung antarkota dan provinsi. Di luar masa mudik, pengumuman rumah makan yang dijual mudah dijumpai. Begitupun dengan lahan persawahan. Warga setempat tak lagi punya kendali atas pantura. Kegiatan ekonomi meredup seiring pindahnya kendaraan ke jalur tol.
Di Cipali saja, sejak Minggu (26/5) hingga Jumat (7/6), sebanyak 900.808 kendaraan melintasi Cipali. Di luar masa mudik, dalam sehari, rata-rata sekitar 25.000 kendaraan melalui jalan tol sepanjang 116,7 kilometer itu. Jumlah tersebut dulunya mengaspal di pantura, sebelum ada tol.
Indramayu menjadi daerah yang paling tedampak. Salah satu faktornya, pintu keluar tol di Indramayu hanya terdapat di GT Cikedung Km 137. Jaraknya sekitar 100 km dari pantura dan pusat pemerintahan Indramayu. Sementara di Cirebon, terdapat lima pintu keluar tol.
Ketua DPRD Indramayu Taufik Hidayat mengatakan, Pemkab Indramayu mencanangkan kawasan industri dan perdagangan di empat kecamatan, yakni Sukagumiwang, Tukdana, Cikedung, dan Terisi. Wilayah itu disiapkan menjadi daerah penyangga aerocity atau kawasan perdagangan, bisnis, dan jasa di Bandara Internasional Jabar Kertajati di Majalengka.
Saat ini, pemerintah setempat tengah membahas rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk mengakomodasi hal tersebut. Menurut Taufik, hal ini dapat membangkitkan geliat ekonomi di wilayah pantura Indramayu yang meredup sejak kehadiran tol.
Upaya untuk mendorong pemudik memanfaatkan usaha kecil menengah, seperti rumah makan, di panta juga telah dilakukan oleh PT Lintas Marga Sedaya, pengelola Tol Cipali. Sejak mudik 2018, pengelola menerbitkan buku saku “Kuliner Terbaik Sepanjang Jalan Tol Cipali”.
“Kami mencoba memberikan pilihan bagi pemudik untuk mencicipi kuliner di pantura sekaligus mengurangi kepadatan di rest area. Kalau keluar dan masuk tol lagi, tidak ada tambahan tarif karena perhitungan tarif berdasarkan jarak tempuh per kilometer,” ujar General Manager Operasional PT LMS Suyitno.
Sementara Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, penerapan sistem satu arah di jalan tol turut mendistribusikan kendaraan ke jalur pantura. “Ini membuat kegiatan ekonomi di pantura bergairah lagi. Rumah makan ramai," ujarnya.
Namun, bagi pengusaha kecil seperti Suwito dan Kusniah, pantura tak lagi seramai sebelum adanya tol. Boleh jadi seperti jalan pantura, bergelombang bahkan retak.