JAKARTA, KOMPAS — Tim hukum pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin meminta Mahkamah Konstitusi menolak perbaikan materi gugatan dari kuasa hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dalil permohonan yang diajukan tim Prabowo-Sandi dinilai tidak relevan dengan kewenangan MK untuk menangani sengketa hasil perhitungan suara pemilu.
Wakil Ketua Tim Hukum Jokowi-Amin, Arsul Sani, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (10/6/2019), mengatakan, tidak ada tahapan perbaikan permohonan untuk sengketa hasil pemilihan presiden, berbeda dari sengketa hasil pemilihan legislatif.
”Jika ada anggapan bahwa pemohon diperbolehkan mengajukan perbaikan untuk sengketa hasil pilpres, itu bertentangan dengan payung hukum sengketa pemilu, dan kami yakin MK akan konsisten aturan yang ada,” kata Arsul.
Ia mengacu pada Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilu, yang mengatur bahwa kesempatan perbaikan kelengkapan permohonan hanya diberikan kepada pemohon untuk sengketa hasil pemilu legislatif. Sementara peraturan MK tidak mengatur tahapan perbaikan permohonan untuk sengketa hasil pemilihan presiden.
Demikian pula Pasal 475 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga tidak mengatur tentang kesempatan memperbaiki permohonan bagi penggugat hasil pemilu presiden. Itu berbeda dengan Pasal 474 undang-undang yang sama yang mengatur tentang sengketa hasil pemilu legislatif. Pemohon sengketa pileg dapat memperbaiki dan melengkapi permohonannya paling lama 3 x 24 jam sejak permohonan didaftarkan ke MK.
Arsul berpandangan, perbaikan permohonan dapat dilakukan selama hanya terkait urusan redaksional. Namun, jika pihak Prabowo-Sandi mau menambah materi permohonan atau menambahkan substansi dalil permohonan dan alat bukti yang menyertai, hal itu sudah bertentangan dengan peraturan MK dan undang-undang.
”Karena itu kami minta ditolak, kecuali sekadar perbaikan redaksional, itu tidak apa-apa. Kalau sudah menambah materi baru, disertai alat bukti untuk mem-back up materi baru itu, pasti ditolak (MK),” katanya.
Lebih lanjut, tim hukum Jokowi-Amin sebagai pihak terkait juga mengajukan keberatan terhadap materi permohonan tim hukum Prabowo-Sandi. Alasannya, dalil permohonan tidak sesuai dengan wewenang atau kompetensi MK yang diatur dalam Pasal 475 UU Pemilu.
”Kami meminta MK bisa membuat putusan memutuskan apakah materi permohonan yang diajukan paslon 02 patut disidangkan atau tidak,” ujar Arsul.
Menurut Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin, Lukman Edy, materi gugatan Prabowo-Sandi tidak relevan karena dalam materi permohonannya, tim Prabowo-Sandi menggugat soal proses, bukan hasil pemilu.
Sementara, ujar Lukman, Pasal 475 UU Pemilu hanya memberikan kewenangan bagi MK untuk menangani sengketa hasil pemilu. Perkara proses pemilu seperti dugaan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) adalah kewenangan Bawaslu untuk mengadili.
Lukman, yang juga Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu, mengatakan, aturan tersebut sudah disepakati semua partai di DPR, baik partai pendukung Jokowi maupun Prabowo. Dengan demikian, seharusnya pihak Prabowo-Sandi dapat membedakan antara sengketa proses dan sengketa hasil pemilu.
”Bukan berarti MK tidak boleh bicara juga soal kecurangan TSM, tetapi itu harus terkait dengan gugatan perhitungan suara. Kalau hanya bicara TSM, tetapi tidak ada bukti tabulasi rekapitulasi hasil suara yang dicurangi, maka itu bukan kompetensi MK untuk mengadili,” lanjut Arsul.
Rekonsiliasi
Sementara itu, Direktur Program TKN Jokowi-Amin dan politisi PDI-P, Aria Bima, mengatakan, pertemuan antara Jokowi dan Prabowo masih terus diupayakan. Namun, ia menampik anggapan bahwa pertemuan itu untuk menjajaki koalisi bersama Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo.
”Jangan setiap pertemuan dikalkulasi secara politik seolah partai-partai itu mau merapat, rakyat butuh suasana teduh,” katanya.
Meski demikian, ia tidak menutup kemungkinan bahwa setelah presiden-wakil presiden terpilih dilantik, pada Oktober 2019, pembicaraan politis untuk membicarakan peluang koalisi bersama itu bisa dilakukan.
”Bahwa jika itu berlanjut ke pandangan bahwa semua pihak sama-sama berkepentingan berkontribusi untuk pemerintahan ke depan, baik PAN, Demokrat, atau Gerindra sama-sama punya peluang untuk menyusun jalannya pemerintahan ke depan,” kata Aria.