Mudik ke Yogyakarta? Jangan Lupa Berburu Oleh-oleh Khasnya...
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO/GREGORIUS M FINESSO
·4 menit baca
Libur Lebaran selalu membawa berkah bagi pengusaha oleh-oleh di sejumlah kota tujuan mudik, termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Apalagi, kota ini menawarkan oleh-oleh khas yang tak lekang oleh zaman. Mulai dari bakpia, gudeg, hingga kaus Dagadu. Penjual jeli memanfaatkan tradisi masyarakat yang selalu membawa oleh-oleh sepulang mudik.
Salah satu yang menikmati peningkatan penjualan itu adalah Gudeg Kaleng Bu Tjitro. Jumirin (54), Wakil Direktur Gudeg Kaleng Bu Tjitro, mengungkapkan, selama masa libur Lebaran, dalam satu hari, gudeg kalengnya bisa terjual lebih dari 1.000 kaleng. Jumlah itu meningkat 10 kali lipat dibandingkan dengan hari-hari biasa yang hanya 100 kaleng.
”Ada peningkatan yang cukup signifikan. Satu orang bisa membeli sampai 50 kaleng,” kata Jumirin saat ditemui di Rumah Makan Gudeg Bu Tjitro, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (10/6/2019).
Inovasi berupa pengalengan makanan khas Yogyakarta berbahan nangka itu muncul karena ingin membuat gudeg menjadi lebih praktis dikonsumsi sebagai oleh-oleh. Pihak pengelola sudah paham bahwa gudeg tidak bisa tahan dalam waktu yang lama.
”Gudeg bisa lebih mudah dibawa ke mana-mana dengan dijadikan kemasan kaleng seperti ini. Biasanya gudeg biasa hanya bisa bertahan beberapa hari. Sekarang gudeg bisa tahan satu tahun. Jadi, banyak wisatawan bisa bawa sampai ke luar negeri,” tutur Jumirin.
Ia menyampaikan, pihaknya memang sudah mempunyai pasar khusus. Wisatawan merupakan kelompok konsumen yang dibidik menjadi pasarnya. Hal itu pula yang mendorong agar gudeg buatannya dikemas di dalam kaleng.
Oleh-oleh khas lain yang mendapat limpahan penjualan selama Lebaran adalah industri kaus Dagadu Djokdja. Perusahaan itu menjual oleh-oleh berupa kaus oblong dan beragam pernak-pernik. Kekhasan dari kaus-kaus yang dijual itu adalah desain yang simpel dengan kalimat-kalimat jenaka.
Sugistiarini Fidia, Marketing Communication Manager Dagadu Djokdja, mengatakan, pihaknya belum bisa memberitahukan jumlah penjualannya. Namun, dari sisi kunjungan, ada peningkatan cukup signifikan.
Jika lihat rata-ratanya, sekitar 800 orang per hari. Tetapi, sewaktu puncak memang bisa mencapai 1.000 orang dalam satu hari. Itu terjadi sewaktu hari Minggu lalu.
”Kunjungan ke toko mulai meningkat itu dari Jumat sampai Minggu (7-9 Juni). Jika lihat rata-ratanya, sekitar 800 orang per hari. Tetapi, sewaktu puncak memang bisa mencapai 1.000 orang dalam satu hari. Itu terjadi sewaktu hari Minggu lalu,” kata Fidia.
Ia menjelaskan, produk kaus yang dijualnya dibanderol seharga Rp 90.000-Rp 120.000 per potong. Kaus menjadi produk yang paling banyak diminati wisatawan.
Selain itu, Fidia menyampaikan, demi meningkatkan penjualan, upaya lain yang dilakukan adalah menggelar kegiatan bertajuk ”Rumah Mudik”. Halaman tengah toko itu didesain sedemikian rupa agar memberikan suasana khas Yogyakarta. Ada makanan-makanan kecil khas dari kota itu sekaligus wahana berfoto.
”Acara ini membuat pengunjung ingin berlama-lama di toko. Kami merasa ini cukup efektif membuat orang berbelanja lagi saat mereka sedang beristirahat di halaman tengah,” kata Fidia.
Secara terpisah, Supervisor Bakpia Pathok 25 Ahmad Sudrajat menyatakan, penjualannya meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan dengan hari-hari biasa. Jika dibandingkan dengan Lebaran 2018, peningkatan penjualan diperkirakan 30-60 persen.
Ahmad menjelaskan, peningkatan penjualan itu dilihat dari bagaimana penuhnya toko itu sepanjang hari. Dari pertama kali buka sekitar pukul 06.00 hingga tutup pukul 00.00, toko selalu penuh setiap waktu. Hal itu terjadi mulai Jumat hingga Minggu, 7-10 Juni.
”Kami juga berusaha berinovasi dengan membuat varian rasa baru. Ada rasa durian dan ketela ungu. Ini membuat konsumen penasaran dan selalu mau untuk kembali beli bakpia ke kami,” ucap Ahmad.
Namun, dia menyatakan, produk yang paling laku tetap bakpia rasa kacang hijau. Rasa itu merupakan rasa orisinal bakpia. Dari total produksi, sebesar 50 persen merupakan bakpia dengan rasa kacang hijau. Sisanya dibuat bakpia varian rasa lain, seperti kumbu hitam, keju, dan cokelat.
Kami juga berusaha berinovasi dengan membuat varian rasa baru. Ada rasa durian dan ketela ungu. Ini membuat konsumen penasaran dan selalu mau untuk kembali beli bakpia ke kami.
M Fajri (37), karyawan bank swasta di Jakarta yang mudik ke Bantul, mengatakan, dirinya selalu tak lupa berburu oleh-oleh khas dari Yogyakarta setiap mudik. Menurut dia, rekan-rekan kantornya tak pernah absen menagih oleh-oleh darinya sekembali dari Yogyakarta.
”Yang paling dicari masih bakpia. Itu kue khas yang melegenda. Meskipun murah, tapi benar-benar merepresentasikan Yogyakarta. Apalagi, banyak juga teman kantor yang dulu kuliah di Yogyakarta,” lanjutnya.
Hal yang sama dikatakan Sita Adriana (32), pegawai negeri di Kementerian Keuangan yang baru saja mudik ke Sleman. Menurut dia, oleh-oleh dari Yogyakarta selalu ditunggu teman-teman sekantor. Kadang, beberapa rekannya sengaja menitip untuk dibelikan oleh-oleh, seperti bakpia dan gudeg kaleng.
”Biasanya saya ada ongkos jasanya, lumayan kan buat tambah-tambah jajan. Hanya khusus Lebaran ini enggak. Tapi, nitip-nya enggak boleh banyak-banyak supaya saya juga enggak repot bawanya,” ujarnya.
Sebagai kota tujuan wisata, Yogyakarta akan selalu mendapat berkah setiap musim mudik. Asal tetap berinovasi menyesuaikan tuntutan pasar, produk oleh-oleh dari kota ini akan selalu menjadi incaran dan buruan.