Pacu Daya Tarik Investasi, Dorong Sektor Pariwisata
Selain memacu daya tarik investasi sektor riil, Indonesia perlu menggenjot sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan alternatif di tengah lesunya perdagangan internasional.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono / Ferry Santoso
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Upaya menarik investasi, termasuk relokasi industri menyusul perang dagang antara Amerika Serikat dan China, dinilai tidak gampang. Selain memacu daya tarik investasi sektor riil, Indonesia perlu menggenjot sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan alternatif di tengah lesunya perdagangan internasional.
Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, ketika dihubungi, Minggu (9/6/2019) menyatakan, Indonesia berpeluang memanfaatkan perang dagang untuk menarik investasi. Namun, Indonesia jadi pilihan terakhir sebagai tujuan relokasi China setelah Vietnam, Malaysia, dan Thailand.
Selain memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Amerika Serikat (AS), negara-negara itu secara geografis dekat atau berbatasan dengan China. Oleh karena itu, Indonesia harus meningkatkan daya tarik investasi, antara lain melalui aspek perpajakan, suku bunga, biaya energi, atau regulasi ketenagakerjaan.
Saat ini negara-negara Asia Tenggara sedang bersaing ketat mendapatkan keuntungan dari perang dagang dengan menarik investasi. Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) mencatat, sepanjang triwulan I-2019 ada 10.453 proyek penanaman modal asing senilai 7,19 miliar dollar AS, 1.527 proyek senilai 1,13 miliar dollar AS di antaranya berasal dari China.
Director of Centennial Group dan Chief Executive Centennial Asia Advisors, Manu Bhaskaran beberapa waktu lalu, perang dagang AS-China mendorong relokasi produksi dari China ke beberapa negara Asia Tenggara. Namun, lokasi baru pabrik dari China itu terutama di Vietnam, Thailand, serta Malaysia, bukan Indonesia.
Ekonom Universitas Indonesia, Muhamad Chatib Basri menyatakan, perang dagang AS-China berdampak tidak langsung bagi Indonesia. Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batubara tergerus karena melambatnya pertumbuhan pasar utama, yaitu China.
Akan tetapi, perang dagang membuka peluang. Investor merelokasi investasinya dari China agar tetap bisa mengakses pasar AS. Indonesia bisa memanfaatkannya. Namun, sejumlah hal jadi catatan, seperti soal kemudahan perizinan, konsistensi aturan antarlembaga dan antara pusat dan daerah, serta regulasi ketenagakerjaan.
Menurut Chatib, pemerintah perlu mengejar alternatif pendapatan. Salah satu yang paling efektif adalah menggencarkan pariwisata. “Pariwisata bisa dimanfaatkan dalam waktu dekat karena efeknya langsung,” kata Chatib.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika mengatakan, pemerintah terus memacu industri pariwisata. Sektor pariwisata jadi salah satu solusi agar tidak bergantung sepenuhnya pada harga komoditas.
Dalam rangka memacu nilai tambah industri pariwisata, pemerintah membangun infrastruktur, baik jalan, bandara, maupun pelabuhan. Menurut dia, industri pariwisata memiliki efek pengganda ke sektor lain, seperti kerajinan, hotel, industri kreatif, transportasi, dan keuangan.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani menambahkan, pelaku pariwisata terus menawarkan paket untuk menarik wisatawan. (CAS/FER/KEL)