Pemberdayaan Masyarakat Disasar untuk Tanggulangi Kebakaran
Oleh
J Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Pemadam kerap terhambat jika kebakaran melanda di permukiman padat, antara lain karena akses jalan sempit dan sumber air jauh. Karena itu, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan atau DPKP DKI Jakarta menyasar peningkatan pemberdayaan masyarakat agar mereka bisa secara mandiri memadamkan api sejak dini, sebelum pemadam datang ke lokasi.
Pemberdayaan masyarakat penghuni permukiman padat merupakan solusi yang lebih realistis dibanding menunggu penataan permukiman agar tersedia akses yang lebih memadai bagi kendaraan pemadam kebakaran. Apalagi, penataan permukiman dan perencanaan perkotaan bukan ranah DPKP DKI.
“Kalau kami, prinsipnya semakin cepat kebakaran ditangani, semakin baik. Karena itu, kami lebih mendorong pemberdayaan masyarakat agar berdaya dalam penanganan awal sehingga kebakaran dapat dihambat penjalarannya,” ucap Kepala Bidang Operasi DPKP DKI Rahmat Kristianto, pada Minggu (9/6/2019).
Salah satu bentuk pemberdayaan tersebut yakni pembentukan tim Sistem Keselamatan Kebakaran Lingkungan (SKKL) di sejumlah titik permukiman. Anggotanya yaitu warga dari masing-masing permukiman yang telah mendapat pelatihan penanggulangan kebakaran.
Jika kebakaran melanda, masyarakat diminta tetap memanggil tim pemadam lewat nomor kontak 112. Namun, api bisa dicegah membesar dan potensi kerugian ditekan jika tim SKKL bekerja sebelum tim pemadam dari DPKP tiba, apalagi jika akses menuju titik api hanya berupa gang-gang sempit.
Untuk mendukung upaya penanggulangan kebakaran sejak dini oleh masyarakat, DPKP DKI juga punya program pengadaan hidran mandiri di berbagai lokasi permukiman. Sistem hidran mandiri memanfaatkan air tanah yang disedot dengan jaringan pipa hidran, yang terinstalasi dengan selang ukuran 1,5 inci sepanjang 30 meter dalam kotak hidran.
Berdasarkan data DPKP DKI, lima kelurahan mendapat hidran mandiri tahun 2018, yaitu Kelurahan Kebon Melati di Jakarta Pusat dengan 11 titik boks hidran, Cilincing di Jakarta Utara (5 titik boks), Cengkareng Timur di Jakarta Barat (6 titik boks), Kelurahan Manggarai Selatan di Jakarta Selatan (11 titik boks), dan Kelurahan Pisangan Baru di Jakarta Timur (8 titik boks). Hidran mandiri akan dipasang lagi di sebelas lokasi sepanjang 2019 ini.
Rahmat menambahkan, suku-suku dinas di masing-masing wilayah siap melayani sosialisasi penanggulangan kebakaran, bahkan jika anggaran sosialisasi pada sudin sudah habis. “Sosialisasi dan pelatihan dasar pasti dilayani, biasanya oleh sektor. Kami sosialisasi antara lain ke pertemuan RW serta pertemuan ibu-ibu jumantik (kader juru pemantau jentik),” ujar dia.
Namun, jika masyarakat meminta peragaan praktik pemadaman api diadakan sedangkan anggaran di sudin PKP yang habis tidak hanya untuk sosialisasi tetapi juga pengadaan bahan praktik, petugas mempersilakan masyarakat untuk menyediakan perlengkapan yang dibutuhkan.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Manajer Komunikasi PLN UID Jakarta Raya (Disjaya) Dita Artsana menekankan, hubungan arus pendek listrik biasanya terjadi di dalam rumah pelanggan. Karena itu, pelanggan merupakan penanggung jawab utama pencegahan korsleting listrik terjadi.
“PLN tidak berwenang atas instalasi dalam rumah,” tutur Dita. Batas kewenangan PLN dalam proses penyambungan baru yaitu mulai dari pemasangan jaringan tegangan rendah, sambungan rumah, sampai alat pembatas dan pengukur (KWh meter dan miniature circuit breaker atau MCB).
Seperti diketahui, korsleting listrik merupakan salah satu pemicu utama kebakaran di Jakarta. Data DPKP DKI menunjukkan, 1.751 kebakaran terjadi di Jakarta sepanjang 2018 dengan 891 kejadian dipicu masalah listrik. Tahun ini, dari 258 kejadian, 104 kejadian di antaranya karena masalah listrik.
Dita mengatakan, penghuni rumah sebaiknya menggunakan jasa instalatir listrik yang terpercaya, antara lain dari Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI), Asosiasi Kontraktor Ketenagalistrikan Indonesia (Aklindo), dan Asosiasi Kontraktor Nasional (Askonas), dalam memasang instalasi listrik. Penghuni kemudian memastikan instalasi listrik punya sertifikat laik operasi (SLO) yang dipasang oleh petugas lembaga pemeriksa instalasi bersertifikat dengan menggunakan peralatan ber-Standar Nasional Indonesia (SNI).
Setelah sepuluh tahun sejak pemasangan, instalasi listrik sebaiknya diperiksa oleh instalatir listrik, kemudian pemeriksaan rutin dilakukan setiap lima tahun sekali untuk memastikan instalasi masih layak atau tidak.