Hong Kong Bersikeras Lanjutkan, Perlindungan HAM Disiapkan
HONG KONG, SENIN - Pemerintah Hong Kong bersikeras melanjutkan proses rancangan undang-undang ekstradisi yang baru. Keputusan itu tetap diambil meskipun lebih dari satu juta warga menentang rancangan tersebut.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan, pemerintah akan meneruskan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi untuk menjadi hukum yang sah. RUU dijadwalkan akan diserahkan kepada badan legislatif pada 12 Juni 2019. Diperkirakan, RUU akan disetujui pada akhir Juni.
“RUU ekstradisi penting untuk membantu Hong Kong menegakkan keadilan dan mematuhi kewajiban internasional,” kata Lam kepada media, Senin (10/6/2019).
Ketika menjadi undang-undang yang sah, Hong Kong dapat mengekstradisi warga ke China untuk menghadapi tuntutan hukum. Namun, terdakwa tidak akan memeroleh hak yang sama ketika berada di China karena negara itu menganut sistem peradilan yang berbeda.
Lam menyampaikan, pemerintah menyertakan sejumlah jaminan perlindungan untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia. Beberapa di antaranya menghapus sembilan jenis kejahatan di bidang ekonomi dari daftar kejahatan yang dapat menghadapi ekstradisi. Perlindungan itu juga termasuk penentuan pelaku kejahatan yang dapat diekstradisi, yaitu mereka yang menerima putusan hukuman tujuh tahun atau lebih.
Selain itu, permintaan ekstradisi hanya akan diterima dari Jaksa Penuntut China yang berkedudukan tinggi. Adapun Hong Kong memiliki perjanjian ekstradisi dengan 20 negara, termasuk Inggris dan AS.
Ketika menjadi undang-undang yang sah, Hong Kong dapat mengekstradisi warga ke China untuk menghadapi tuntutan hukum. Namun, terdakwa tidak akan memeroleh hak yang sama ketika berada di China karena negara itu menganut sistem peradilan yang berbeda.
Keputusan Pemerintah Hong Kong untuk memproses RUU ekstradisi bertentangan dengan seruan warga Hong Kong. Sebelumnya, sekitar 1,03 juta warga Hong Kong berdemonstrasi di pusat kota Hong Kong untuk memprotes RUU ekstradisi.
Mereka mengecam bahwa RUU ekstradisi akan membuat warga Hong Kong menjadi rentan terhadap tuduhan keamanan nasional yang rancu dan proses peradilan yang tidak adil. Demonstrasi tersebut merupakan yang terbesar selama beberapa tahun terakhir.
“Lam harus menarik RUU itu dan mengundurkan diri. Seluruh Hong Kong menentangnya,” ujar anggota parlemen dari Partai Demokrat James To kepada para pengunjuk rasa.
Protes terhadap RUU ekstradisi telah menyatukan berbagai kalangan masyarakat. Pebisnis, pengacara, pelajar, pekerja, wiraswasta, tokoh pendukung demokrasi, dan kelompok agama turut serta dalam demonstrasi.
“Ini bukan lagi mengenai saya, saya harus menyelamatkan putri saya. Jika hukum itu diimpelentasi, siapa saja bisa hilang dari Hong Kong. Tidak ada yang bisa memeroleh keadilan di China karena disana tidak ada HAM,” kata Garry Chiu, seorang guru.
Selama aksi, warga meneriakkan yel-yel “tidak ada ekstradisi China, tidak ada hukum yang kejam”. Sejumlah warga juga membawa payung kuning yang adalah simbol aksi protes untuk memeroleh kebebasan melaksanakan pemilu pada 2014.
Aksi protes tidak hanya terjadi di Hong Kong. Secara global, aksi protes pada Minggu, kemarin, dilakukan di 26 kota, termasuk London, Sydney, New York, dan Chicago.
Sayangnya, demonstrasi di Hong Kong berakhir dengan kerusuhan antara polisi dan warga. Polisi menggunakan tongkat, senjata gas air mata, dan semprotan merica kepada para demonstran. Sejumlah orang terluka sebagai akibat.
Polisi mengklaim, jumlah demonstran di Hong Kong hanya sebesar 240.000 orang atau sekitar seperempat dari jumlah satu juta orang yang diklaim oleh penyelenggara aksi protes.
Bantah keterlibatan China
Lam membantah China terlibat untuk mendorong perwujudan RUU ekstradisi yang baru. Ia mengatakan, tidak menerima perintah apapun dari Partai Komunis, yang memerintah China.
“Saya tidak menerima instruksi atau mandat dari Beijing. Kami melakukannya karena kesadaran dan komitmen untuk Hong Kong,” tutur Lam.
Hong Kong merupakan wilayah bekas jajahan Inggris yang diserahkan kembali ke China pada 1997. Hong Kong mendapat jaminan akan memiliki otonomi dan sistem hukum yang berbeda, meskipun telah menjadi bagian dari China. Banyak diplomat dan pebisnis meyakini, sistem tersebut merupakan aset terbesar Hong Kong.
Baca juga: Warga Tolak RUU Ekstradisi
Media pemerintah China, The China Daily menuding, ada “pihak asing” yang mencoba menyerang China dengan menciptakan kekacauan di Hong Kong karena RUU ekstradisi. Melalui tajuk rencana, The China Daily berpendapat, undang-undang ekstradisi diperlukan untuk memperkuat hukum Hong Kong dan mewujudkan keadilan.
"Setiap orang yang berpikir rasional akan menganggap RUU itu adalah hukum yang sah, bijaksana, dan masuk akal dan masuk akal yang akan memperkuat aturan hukum Hong Kong dan memberikan keadilan. Sayangnya, beberapa warga Hong Kong telah ditipu oleh kubu oposisi dan sekutu asing mereka untuk mendukung kampanye anti-ekstradisi," demikian bunyi tajuk rencana tersebut.
Demo berlanjut
Kelompok demonstran mengatakan mereka akan kembali mengadakan demonstrasi pada Rabu (12/6/2019). Mereka akan terus mengupayakan agar proses RUU ekstradisi dihentikan.
“Kami berencana agar Front Hak Asasi Manusia Sipil mulai berkumpul pada pukul 10.00,” kata Jimmy Sham, koordinator koalisi yang melakukan aksi protes pada Minggu (9/6/2019).
Demonstrasi akan berlangsung bersamaan dengan rencana pengajuan RUU ekstradisi terhadap parlemen pada Rabu. Lam sebelumnya telah meminta kepada mereka agar demonstrasi ditunda atau dibatalkan. (AP/AFP/BBC/Reuters)