Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Hapus Operasi Yustisi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak akan menggelar operasi yustisi atau pendataan warga baru di stasiun atau terminal pascalibur Lebaran. Namun, pendataan warga baru tetap dilakukan di tingkat RT/RW pada 14-25 Juni 2019.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak akan menggelar operasi yustisi atau pendataan warga baru di stasiun-stasiun atau terminal-terminal pascalibur Lebaran. Namun, pendataan warga baru tersebut tetap dilakukan di tingkat RT/RW pada 14-25 Juni 2019, kemudian dilakukan layanan bina kependudukan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seusai halalbihalal dengan seluruh pegawai negeri sipil di Balai Kota, Jakarta, Senin (10/6/2019), mengatakan, operasi yustisi atau pendataan warga baru di terminal atau stasiun akan dihapuskan karena Ibu Kota terbuka bagi seluruh warga Indonesia. Yang terpenting, warga baru itu harus melapor kepada RT/RW setempat kalau ingin tinggal lebih dari 24 jam.
”Prosesnya seperti itu saja. Jadi, bukan operasi di terminal-terminal atau di stasiun, tetapi sifatnya kami melayani bagi mereka yang membutuhkan pelayanan kependudukan,” ujar Anies.
Operasi yustisi atau pendataan warga baru di terminal atau stasiun akan dihapuskan karena Ibu Kota terbuka bagi seluruh warga Indonesia.
Pada tahun-tahun sebelumnya, operasi yustisi ramai digelar Pemprov DKI melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) di stasiun-stasiun dan terminal-terminal. Tujuan operasi tersebut adalah mengecek identitas kependudukan warga yang datang ke DKI.
Kepala Disdukcapil DKI Jakarta Dhany Sukma menuturkan, pendataan warga baru kali ini lebih melibatkan peran ketua RT/RW. Pendataan tersebut akan dilakukan pada 14-25 Juni.
”Jadi, ketua RT dan RW mendata para pendatang itu sehingga dari pendataan itu akan teridentifikasi mana area-area yang dominan pendatang barunya,” kata Dhany.
Setelah diketahui area-area tersebut, Dhanny melanjutkan, pihaknya akan menggelar operasi layanan bina kependudukan mulai 26 Juni hingga 3 Juli 2019. Layanan tersebut akan mendata mana warga yang akan secara permanen tinggal di Jakarta dan mana yang tidak.
Terhadap warga nonpermanen, mereka harus memiliki surat pengantar RT/RW tempat tinggal asal atau surat tugas. Sementara warga yang akan menetap di Jakarta harus menyerahkan surat pindah dari disdukcapil daerah asal ke Disdukcapil DKI Jakarta.
”Harus ada kejelasan siapa yang menjamin terkait tempat tinggalnya, apakah bersama keluarga, kos, kontrak, atau punya tempat tinggal sendiri. Dia pindah, kan, harus jelas tujuannya,” ujar Dhany.
Ia menyebutkan, mayoritas warga pendatang selama ini berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Motif pindah ke Jakarta pun beragam, mulai dari aspek ekonomi, pengembangan karier atau bekerja, hingga sekolah.
”Kalau dari data yang masuk ke kami, mayoritas 31 persen di sektor swasta, kedua pendidikan. Pendidikan kurang lebih 23 persen. Sisanya itu ada yang datang cuma ingin hiburan atau ada yang ikut keluarga di masa liburan,” tutur Dhany.
Lapangan kerja
Anies menyebutkan, Pemprov DKI Jakarta sangat terbuka terhadap kedatangan warga baru yang ingin mencari pekerjaan di DKI Jakarta. Menurut dia, Jakarta memiliki pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional sehingga kesempatan warga mendapatkan pekerjaan lebih terbuka.
”Yang penting adalah lapangan pekerjaan. Kami akan terus mendorong kemudahan izin berusaha. Kemudian, kami fasilitasi berbagai macam kebutuhan investasi. Harapannya, nanti tenaga kerja yang terserap bisa lebih banyak,” kata Anies.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan I-2019 sebesar 6,23 persen secara tahunan. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,07 persen.
Menurut Anies, penyediaan lapangan kerja akan menjamin kehidupan warga di kota. Dengan demikian, masalah munculnya kawasan kumuh tidak akan terjadi.
”Kami akan terus mendorong ekonomi DKI Jakarta tumbuh baik agar tersedia pekerjaan yang baik. Dengan mendapatkan pekerjaan yang baik, otomatis tempat tinggalnya pun akan menjadi lebih baik,” ucapnya.
Anies memprediksi, selisih jumlah orang yang keluar dan masuk DKI Jakarta pada Lebaran tahun ini akan lebih besar dibandingkan dengan Lebaran tahun lalu. Pada Lebaran 2018, selisih jumlah orang yang keluar dan masuk mencapai 69.000 orang, sedangkan pada tahun ini diperkirakan bisa mencapai 71.000 orang.
Pada Lebaran 2018, jumlah pemudik atau orang yang keluar dari DKI Jakarta sebanyak 5.865.000 orang. Namun, saat balik, total orang yang masuk ke DKI bertambah menjadi 5.934.000 orang.