JAKARTA, KOMPAS – Kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah dengan cara memilah sesuai jenis masih sangat minim. Apabila perubahan perilaku dalam mengelola sampah ini tidak terbentuk, upaya pengurangan sampah, termasuk sampah plastik sulit dilakukan. Penyerapan sampah plastik oleh industri daur ulang pun tidak bisa optimal.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) Justin Wiganda berpendapat, manajemen sampah yang buruk di masyarakat menjadi masalah utama dalam pengelolaan sampah plastik di Indonesia. Padahal, hampir seluruh plastik bisa didaur ulang jika dikumpulkan dengan baik.
“Pemilahan sampah di masyarakat tidak berjalan. Sampah yang sudah dipilah sesuai jenisnya saja masih dicampur kembali ketika diambil oleh mobil sampah. Kalau bisa dipilah dengan baik, pengolahan sampah plastik di industri daur ulang tentu bisa lebih maksimal,” ujarnya di Jakarta, Senin (10/6/2019).
Data yang diolah oleh Badan Pusat Statik bersama Inaplas (Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik) dan Adupi pada 2017 menunjukkan, dari total 5,76 juta metrik ton (mmt) konsumsi plastik secara nasional, hanya 1,66 mmt yang didaur ulang. Sementara, jika manajemen sampah bisa dilakukan dengan baik masih ada 1,04 mmt plastik yang berpotensi didaur ulang.
Justin mengatakan, sejumlah tantangan masih dijumlah oleh industri daur ulang plastik di Indonesia. Tiga tantangan utama, yakni proses pengumpulan, pemilahan, dan pengangkutan sampah. Selama ini, sebagian besar proses pengumpulan dan pemilahan sampah dilakukan oleh pemulung. Pemilahan di rumah tangga belum berjalan.
Pembina Bank Sampah Adupi Asroel Husein menambahkan, Undang-Undang Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah juga belum diimplementasi dengan baik. Pada pasal 13 misalnya, disampaikan, pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.
“Fasilitas pemilahan sampah ini harus ada paling lama satu tahun setelah Undang-Undang diterbitkan. Nyatanya, sudah 10 tahun diundangkannya aturan tersebut masih banyak yang tidak menyediakan fasilitas pemilahan sampah,” katanya.
Menurut dia, upaya pengurangan timbunan sampah yang bisa berdampak pada lingkungan harus diselesaikan secara menyeluruh. Semua pihak, baik pemerintah, industri, dan masyarakat umum harus punya komitmen yang kuat.
Agus Hartono, pengurus Adupi lainnya, menilai, aturan terkait pelarangan penggunaan sampah plastik, sedotan, dan styrofoam yang mulai digalakkan oleh sejumlah daerah tidak akan berdampak signifikan apabila tidak ada perubahan perilaku di masyarakat. “Harus ada gerakan bersama, yakni perubahan perilaku, penegakan hukum yang tegas, serta pengelolaan sampah yang baik agar masalah sampah di Indonesia bisa ditangani dengan baik,” ucapnya.
Pelarangan penggunaan sampah plastik, sedotan, dan styrofoam yang mulai digalakkan oleh sejumlah daerah tidak akan berdampak signifikan apabila tidak ada perubahan perilaku di masyarakat
Justin mengatakan, potensi material yang bisa diolah dari sampah plastik di Indonesia sangat besar. Namun, pelaku industri yang bergerak di bidang daur ulang plastik tidak banyak. Ia berhadap, adanya insentif bisa menambah daya tarik bagi industri.
“Rekomendasi pemberian insentif lima persen PPN (pajak penambahan nilai) sudah disampaikan, namun sampai saat ini belum ada tanggapan dan kelanjutannya,” katanya.