SURABAYA, KOMPAS - Kalangan warga Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu (9/6/2019), membuat petisi untuk penyelamatan Benteng Kedung Cowek agar menjadi bangunan cagar budaya. Petisi ini dilakukan untuk memastikan benteng peninggalan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda abad XX itu tidak dihancurkan atau menjadi bangunan lain.
Baluarti yang sebelumnya dikuasai oleh Angkatan Darat melalui Peralatan Komando Daerah Militer V/Brawijaya itu diduga beralih kepemilikan ke swasta. Dugaan ini terungkap dari diskusi ”Benteng Kedung Cowek Sebuah Fragmentasi Berkelanjutan” di Hotel Majapahit, Surabaya, yang ditindaklanjuti dengan penyusunan petisi.
”Patut diduga ada upaya untuk menghancurkan peninggalan bersejarah demi kepentingan bisnis,” ujar Ady Setyawan, peneliti sejarah dan penulis buku Benteng-benteng Surabaya dan buku Surabaya-Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu?
Benteng Kedung Cowek berada di wilayah Kelurahan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak, Kota Surabaya. Keberadaan struktur ini giat diangkat kembali sejak 2010 antara lain oleh komunitas sejarah Roodebrug Soerabaia. Ady yang memelopori kelahiran kelompok itu terlibat aktif dalam penelitian Benteng Kedung Cowek hingga ke Belanda. Hasilnya dibukukan dalam Benteng-benteng Surabaya pada 2015.
Sebelumnya, komunitas sejarah di Surabaya telah berusaha mendorong Pemerintah Kota Surabaya melestarikan Benteng Kedung Cowek sebagai bangunan cagar budaya (BCB). Kriteria BCB berusia minimal 50 tahun, mewakili masa gaya minimal 50 tahun, berarti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, atau kebudayaan, dan bernilai budaya bagi penguatan pribadi bangsa telah terpenuhi.
Benteng Kedung Cowek merupakan baterai altileri yang dioperasikan oleh sekelompok pemuda dari Sumatera eks-Heiho yang kemudian menamakan diri Pasukan Sriwidjaja untuk menahan gempuran tentara Inggris dan Sekutu dalam Pertempuran Surabaya.
Buku 10 November’45: Mengapa Inggris Membom Surabaya? karya Batara R Hutagalung mengungkapkan, para pemuda Sumatera itu sebenarnya baru pulang dari dinas Heiho melawan sekutu di Morotai. Satu batalyon di antaranya memutuskan tinggal di Surabaya untuk mengangkat senjata lagi melawan sekutu. Mereka bertempur kembali setelah diizinkan membentuk pasukan yang dinamai Sriwidjaja meskipun kebanyakan berasal dari Aceh dan Sumatera Utara.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya Musdiq Ali Suhudi dalam diskusi memberi tanggapan bahwa Kedung Cowek masuk dalam kawasan Pantai Timur Surabaya yang akan dijadikan sebagai area ekowisata waterfront city. Karena dikuasai oleh militer, rencana detailnya tidak bisa diungkap ke publik.
”Saya belum tahu jika beralih ke swasta. Jika pun demikian, swasta tidak bisa begitu saja mengubah peruntukannya. Sebab, harus menyesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah untuk pengembangan ekowisata itu,” katanya.