Stabilitas dan Kelayakan Investasi Topang Penguatan Indeks Saham
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seusai periode libur hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1439 Hijriah, sejumlah sentimen mendorong penguatan indeks bursa dalam negeri. Pasar keuangan Tanah Air semakin menarik setelah stabilitas ekonomi domestik membuat tingkat kelayakan berinvestasi di Indonesia bertambah.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perdagangan pertama seusai libur Lebaran, Senin (10/6/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 80,49 poin atau 1,3 persen ke posisi 6.289,61.
Sepanjang perdagangan hari ini, investor asing membukukan aksi beli bersih sebesar Rp 480,81 miliar. Adapun sepanjang tahun berjalan, investor asing mencatat aksi beli bersih di seluruh pasar saham Indonesia hingga Rp 58,32 triliun.
Sebelumnya, pada penutupan perdagangan menjelang libur Lebaran, Jumat (31/5/2019), IHSG menguat 105,01 poin atau 1,72 persen ke level 6.209,11. Sepanjang 2019 berjalan, IHSG menguat tipis 1,54 persen. Adapun perdagangan saham sepanjang bulan suci Ramadhan yang berlangsung 6-31 Mei 2019, IHSG terkoreksi 1,75 persen.
Analis Panin Sekuritas, William Hartanto, mengatakan, sebelum menutup perdagangan menjelang libur Lebaran, Indonesia memperoleh kabar baik, yaitu lembaga pemeringkat global Standard and Poor’s (S&P) Global Ratings. Peringkat utang Indonesia meningkat dari BBB- menjadi BBB.
”Rating ini merupakan jaminan bagi investor bahwa ekonomi Indonesia akan tetap menguat dalam jangka menengah,” ujarnya.
S&P menyebutkan peringkat Indonesia dinaikkan dengan melihat kebijakan pengaturan fiskal pemerintah cukup stabil dan bijaksana. Menurut William, peningkatan peringkat tersebut menjadi katalis positif penarik arus masuk modal asing.
Pembukaan pasar setelah libur sepekan diwarnai oleh aksi beli investor. Hal ini, lanjut William, didorong oleh potensi capital inflow di pasar portofolio ataupun penanaman modal asing (PMA) karena stabilitas ekonomi nasional.
William memprediksi sejumlah sektor emiten menarik perhatian investor asing, di antaranya sektor perbankan, konsumer, aneka industri, dan infrastruktur.
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menjelaskan, secara historis, dalam enam tahun terakhir, IHSG selalu mengalami tren penguatan menjelang libur Lebaran. Penguatan itu disebabkan faktor stabilitas dalam negeri dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Sejumlah sektor emiten akan menarik perhatian investor asing, di antaranya sektor perbankan, konsumer, aneka industri, dan infrastruktur.
Pada Jumat terakhir saja, aksi beli bersih yang dibukukan oleh investor asing di pasar saham mencapai Rp 1,49 triliun.
”Dalam dua pekan sebelum bursa saham libur, IHSG mengalami rebound. Padahal, IHSG sempat menyentuh level terendah sepanjang tahun berjalan pada 17 Mei 2019 di posisi 5.826,” ujarnya.
Berdasarkan kurs nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), pada perdagangan pertama seusai libur Lebaran, rupiah berada di level Rp 14.231 per dollar AS. Sebelum libur Lebaran, rupiah berada di posisi Rp 14.385 per dollar AS.
Pada akhir pekan ini, lanjut Alfred, sinyal positif akan kembali muncul dari bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), yang berpotensi menurunkan suku bunga. Langkah ini kemungkinan diambil untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi dari dampak perang dagang yang kembali memanas.
Data inflasi
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim optimistis rupiah akan menguat dan bahkan berpeluang mengungguli kinerja penguatan di kelompok mata uang Asia seiring dengan data inflasi Indonesia yang akan dirilis pada pekan depan.
Proyeksi inflasi ekonom, lanjutnya, menunjukkan tingkat konsumsi Indonesia masih cukup kuat.
”Dengan perkiraan tersebut, maka nilai mata uang tidak akan terlalu tergerus. Rupiah menjadi punya alasan untuk menguat,” ujarnya.
Selain itu, menurut Ibrahim, perbedaan tingkat suku bunga antara Indonesia dan sejumlah negara lainnya yang cukup lebar diproyeksi juga membantu penguatan rupiah.
Ibrahim menilai, tingkat imbal hasil treasury AS untuk tenor 10 tahun yang bergerak turun membuat investor pasar keuangan optimistis The Fed akan menurunkan suku bunga, yang juga akan menopang penguatan nilai tukar rupiah serta mata uang Asia lainnya.