Lebih dari 1 juta warga Hong Kong berunjuk rasa menentang rancangan undang-undang ekstradisi baru yang memungkinkan tersangka dikirim ke China untuk diadili.
Hong Kong, Minggu Krisis politik baru membayangi Hong Kong. Sejak Minggu (9/6/2019) pagi, warga mulai turun ke jalan-jalan kota itu. Diperkirakan ada lebih dari 1 juta warga ambil bagian dalam unjuk rasa menentang rencana pemerintah yang berniat mengajukan undang-undang ekstradisi.
Kerumunan orang banyak meneriakkan, ”Memotong hukum adalah kejahatan!” dan ”Menentang ekstradisi Tiongkok!” Jika diterima dan diberlakukan, ketentuan baru itu memungkinkan seorang tersangka dikirim ke China daratan untuk diadili. Unjuk rasa itu disebut sebagai yang terbesar sejak Hong Kong diserahkan kembali kepada China.
Dijadwalkan rancangan undang-undang itu akan diserahkan oleh Pemerintah Hong Kong ke badan legislatif pada Rabu mendatang. Setelah melalui pembahasan di komite, jika diterima, rancangan itu diperkirakan bisa disetujui pada akhir bulan.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam disebutkan terus mendorong persetujuan undang-undang itu meskipun ada kecaman dalam banyak pihak, terutama kelompok hak asasi manusia dan bisnis.
”Apa yang bisa kita lakukan untuk membuat Carrie Lam mendengarkan kita, berapa banyak orang yang harus keluar untuk membuatnya mempertimbangkan kembali mendengarkan publik?” kata Miu Wong (24), seorang karyawan yang ikut serta dalam unjuk rasa itu.
Mengikis independensi
Sebagai catatan, meskipun Hong Kong—sejak tahun 1997— diserahkan kembali kepada China, negara itu tetap diberi hak mempertahankan sistem sosial, hukum, dan politiknya sendiri selama 50 tahun.
Hal itu disebut dengan ”satu negara, dua sistem”. Namun dalam beberapa tahun terakhir, Partai Komunis China—yang berkuasa di China—dinilai mulai terlalu banyak campur tangan, salah satunya melalui perubahan hukum yang tidak populer.
Terkait ekstradisi, Hong Kong saat ini membatasi kebijakan itu hanya kepada entitas, baik negara maupun lembaga di mana Hong Kong telah memiliki kesepakatan ekstradisi—berdasarkan undang-undang—yang disahkan sebelum 1997.
Sejauh ini, China dikecualikan oleh Hong Kong karena kekhawatiran atas catatan buruk terkait independensi hukum dan hak asasi manusia. Sementara itu, otoritas Hong Kong saat ini—di bawah Lam— berargumen, revisi diperlukan untuk menutup celah hukum.
Sebaliknya, para penentang menilai kebijakan itu hanyalah alasan China yang ingin mengurangi kemerdekaan hukum Hong Kong. Selain mengikis independensi peradilan semi-otonom Hong Kong, ketentuan baru itu memungkinkan mengirim tersangka ke China, di mana mereka dapat didakwa melanggar keamanan nasional dan menghadapi proses pengadilan yang tidak adil.(AP/AFP/Reuters/JOS)