33 Terduga Teroris dan Penganut Paham Radikal Diperiksa Polisi
Polisi memeriksa 33 terduga teroris dan kelompok yang terpapar radikalisme di Kalimantan Tengah. Tiga di antaranya menjadi tersangka terorisme dan tergabung dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Polisi memeriksa 33 terduga teroris dan kelompok yang terpapar radikalisme di Kalimantan Tengah. Tiga di antaranya jadi tersangka terorisme dan tergabung dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan dibawa ke Markas Brimob.
Sebanyak 33 orang itu terdiri atas 10 anak-anak, delapan perempuan dewasa, dan 15 laki-laki dewasa, serta lanjut usia. Tiga terduga teroris saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan sisanya masih dalam pemeriksaan.
Penangkapan berlangsung Senin (10/6/2019) sekitar pukul 16.30 WIB. Lokasi pertama penangkapan dilakukan di Jalan Pinus Permai III, Kelurahan Panarung, Kota Palangkaraya. Lokasi lainnya berada di Kabupaten Gunung Mas.
Dari pantauan Kompas, di Jalan Pinus Permai III polisi memasang garis polisi di dua kamar kos-kosan terduga teroris tersebut. Polisi juga membawa beberapa barang yang disimpan dalam kardus dan kotak plastik beserta beberapa orang yang kepalanya ditutupi kain.
Suwarti (44), penjaga kos-kosan mengatakan, ia jarang berkomunikasi dengan mereka yang tinggal di baraknya. Di kamar nomor lima dan enam itu, setidaknya tinggal 12 orang .
Sejak pagi sebelum penangkapan, Suwarti tidak melihat orang keluar masuk dua kamar tersebut. Pintu selalu terkunci dan jendela ditutup. Pintu dan jendela yang tertutup itu pemandangan sehari-hari jika Suwarti melewati kos-kosan miliknya.
Para penghuni kosnya itu mengaku datang dari Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, yang mengaku hendak pulang ke kempung halaman di Sulawesi. “Mereka baru datang dua minggu lalu,” kata Suwarti.
Di Kota Palangkaraya, polisi menangkap 18 orang, sedangkan di Kabupaten Gunung Mas ditangkap 15 orang. Total 33 orang dibawa ke Markas Korps Brigadir Mobil di Jalan Tjilik Riwut Kilometer 30, Kota Palangkaraya.
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Inspektur Jenderal Anang Revandoko mengungkapkan, tiga terduga teroris itu berinisial TO alias Abu Raina, AB alias Ibrahim, dan S alias Abu Ismail. Ketiganya diduga jaringan JAD dan pernah mengikuti pelatihan terorisme di Gunung Salak, Aceh Utara.
“Mereka pengikut kelompok Abu Zahra, hendak menuju Jakarta, tetapi kami cegah dulu. Kami sendiri belum mengetahui apa tujuannya ke Jakarta, masih didalami,” kata Anang di sela-sela jumpa media di Palangkaraya, Kalteng, Selasa (11/6/2019).
Anang menjelaskan, ketiganya juga membaiatkan diri langsung ke Pimpinan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) Abu Bakar al-Baghdadi. Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, beberapa perkakas listrik, seperti kabel, kapasitor, obeng, dan lain sebagainya. Ada juga satu kotak plastik penuh berisi tepung putih dan margarin. “Ada juga buku-buku yang menunjukkan paham radikal yang kami sita,” ungkap Anang.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalteng H Anwar Isa, yang juga hadir dalam jumpa pers mengungkapkan, para terduga teroris sedang melakukan uzla atau proses pengasingan diri dari orang banyak. Mereka kian tertutup dari dunia luar.
“Dari buku-buku yang dibaca itu memang membuat orang sesat pikiran. Kalau salah mengintepretasi, ujungnya bisa terorisme. Kami berharap polisi bisa menangkap semua jaringannya di Kalteng,” kata Anwar.
Psikososial
Dari total 33 orang yang ditangkap, sepuluh di antaranya adalah anak-anak. Polisi berencana membawa mereka ke Layanan Dukungan Psikososial (LDP) di Dinas Sosial Kota Palangkaraya.
“Tak hanya anak-anak, mereka yang baru terpapar radikalisme juga akan diberikan treatment psikososial. Jadi akan diperbaiki hubungan sosialnya dengan masyarakat. Itu semua menunggu pemeriksaan yang dilakukan polisi,” kata salah satu pekerja sosial LDP Kota Palangkaraya, Eka Raya F Dohong.
Eka menambahkan, rencananya 20 orang akan dibawa ke LDP untuk dipulihkan dari paham radikalisme. “Kami menyebutnya bencana sosial, nanti ada psikolog, tokoh agama, dan macam-macam lagi,” katanya.
Menurut Eka, pihaknya menilai kesuksesan hilangnya paham radikalisme ketika ada koreksi diri dari orang yang terpapar. “Mereka sudah harus tahu dari diri mereka sendiri kalau yang pernah dilakukannya itu salah,” katanya.