PORTO ALEGRE, SENIN – Timnas sepak bola Brasil terlihat garang meskipun tidak diperkuat bintangnya, Neymar Jr. Tim ”Samba” tanpa ampun menggilas Honduras 7-0 pada laga uji coba terakhir jelang Copa America 2019, Senin (10/6/2019) dini hari WIB di Porto Alegre, Brasil.
Hasil laga itu adalah kemenangan terbesar Brasil sejak 2012, saat melibas China 8-0. Barisan penyerang Samba, seperti Gabriel Jesus, Philippe Coutinho, David Neres, dan Roberto Firmino, bergantian menjebol gawang tim tamu. Tanpa Neymar yang cedera pergelangan kaki, Brasil tidaklah kekurangan penyerang berkualitas dan kegarangannya.
Neres (22), yang tampil gemilang bersama Ajax Amsterdam, mampu mengisi peran yang ditinggalkan Neymar. Itu dibuktikan lewat gol solonya yang indah menit ke-56. Absennya Neymar justru membuat Brasil tampil lebih kolektif sekaligus memberikan kesempatan pemain lain unjuk gigi.
Salah satu pemain Brasil yang paling diharapkan mengisi peran Neymar adalah Coutinho. Gelandang serang itu diharapkan bersinar di Copa America 2019, 14 Juni-7 Juli, sekaligus menebus musim buruknya di Barcelona FC. Mantan pemain Liverpool itu memiliki peran sentral sebagai pengatur serangan dalam skema 4-2-3-1 yang diterapkan pelatih Tite.
Oleh Tite, Coutinho diberi kebebasan menjelajah lini tengah, lebar lapangan, maupun mendobrak ke kotak penalti. Hadirnya dua gelandang jangkar, Arthur dan Casemiro, dimaksudkan untuk melindungi Coutinho dalam berkreasi. Hasilnya, dia menyumbang dua gol dan satu asis dalam laga itu.
”Coutinho menjalani musim yang sulit di Barcelona. Suporter kerap menyorakinya. Namun, di tim ini, dia adalah referensi kami, khususnya ketika Neymar tidak ada. Di dua laga uji coba terakhir, dia adalah pemain terbaik. Ia tidak hanya bagus dalam umpan dan gol, juga membantu pertahanan,” ujar bek Brasil, Thiago Silva, dikutip Goal.com.
Kemenangan telak atas Honduras mempertegas persiapan positif tim Samba jelang Copa America yang akan digelar di rumah sendiri. Dalam sepuluh laga uji coba terakhir, Brasil menang sembilan kali, termasuk atas tim-tim favorit lainseperti Argentina dan Uruguay.
Tren positif itu membuat Brasil semakin difavoritkan menjuarai Copa America 2019. Telah 12 tahun, Brasil tidak lagi juara turnamen sepak bola terbesar Amerika Selatan itu. Copa America 2011 dan 2015 masing-masing dimenangi Uruguay dan Cile.
Pengalaman di Rusia
Pada Copa America 2019, Brasil tergabung di grup A bersama Bolivia, Venezuela, dan Peru. Meskipun diunggulkan, Brasil pantang terlena. Mereka harus belajar dari pengalaman di Piala Dunia Rusia 2018.
Seperti halnya saat ini, Brasil ketika itu menjadi favorit juara di Rusia, apalagi mereka juga diperkuat Neymar. Mereka menjadi tim paling menawan pada Piala Dunia saat itu sebelum disingkirkan Belgia 1-2 di perempat final. Tite telah belajar dari pengalaman pahit di Rusia itu.
Di Rusia, Brasil memang tampil memesona lewat permainan menyerang dan barisan pemain hebat seperti Neymar, Jesus, Firmino, dan Coutinho. Namun, skuad tim itu tidaklah cukup seimbang dalam menyerang dan bertahan. Bek sayap mereka dianggap terlalu agresif dan kerap meninggalkan lubang di belakang. Tak heran, Tite merombak skuadnya dan lebih memilih bek-bek sayap defensif seperti Filipe Luis dan Dani Alves ketimbang Marcelo atau Fagner.
Perubahan besar juga terlihat di lini tengah. Tite menanggalkan pola tiga gelandang sejajar dalam pola formasi 4-3-3. Ia kini lebih sering memakai formasi 4-2-3-1 yang memakai dua gelandang pivot yang fleksibel dan dinamis dalam menjalankan tugas melapis pertahanan dan membantu serangan. Alhasil, dalam sepuluh laga terakhir, Brasil hanya kebobolan dua gol.
“Kami bermain bagus akhir-akhir ini. Kami meraih kepercayaan diri dari penampilan itu. Kami harus mempertahankan hal yang telah kami capai itu,” ujar Jesus menatap laga pembukaan Copa America 2019 kontra Bolovia, Jumat, mendatang. (REUTERS)