Indonesia Police Watch mendesak penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk menahan Komisaris Jenderal (Purn) Sofjan Jacoeb terkait kasus dugaan makar. Penyidik perlu menahan Sofjan agar tidak mempersulit proses penyidikan dan tidak menghilangkan barang bukti.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Police Watch mendesak penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk menahan Komisaris Jenderal (Purn) Sofjan Jacoeb terkait kasus dugaan makar. Penyidik perlu menahan Sofjan Jacoeb agar tidak mempersulit proses penyidikan dan tidak menghilangkan barang bukti.
Penyidik menetapkan Sofjan sebagai tersangka kasus dugaan makar setelah gelar perkara pada 29 Mei. Sofjan menjadi tersangka karena ucapannya dalam sebuah video. Penyidik belum menjelaskan secara detail tentang video ini.
Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi penetapan status tersangka Sofjan Jacoeb terkait kasus dugaan makar. Penetapan ini menunjukkan keseriusan polisi untuk menuntaskan kasus makar. Berkaitan dengan itu, polisi perlu menahan Sofjan agar mantan Kepala Polda Metro Jaya ini tidak mempersulit proses penyidikan dan tidak menghilangkan barang bukti.
”Sofjan adalah polisi senior yang paham liku-liku proses penyidikan,” ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane di Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Tujuh purnawirawan jenderal
IPW juga mendesak polisi untuk memeriksa tujuh jenderal purnawirawan Polri yang ikut rapat bersama Sofjan. Mereka adalah Inspektur Jenderal A, Inspektur Jenderal HP, Brigadir Jenderal SH, Brigadir Jenderal DS, Brigadir Jenderal Z, Brigadir Jenderal ES, dan Brigadir Jenderal Har.
Menurut Neta, ketujuh purnawirawan jenderal ini diduga terlibat dalam upaya makar dan harus dijadikan tersangka. Apabila memungkinkan, perlu segera ditahan.
”Dalam menuntaskan kasus makar, Polri harus lebih dulu membersihkan internalnya agar penegakan hukum yang sedang dilakukan tidak digerogoti atau direcoki dari dalam, terutama dari para purnawirawan yang masih punya akses ke internal penyidik Polri,” katanya.
Selain itu, Polri perlu menelusuri kemungkinan adanya jenderal aktif ataupun perwira aktif di bagian internal yang turut mendukung aksi Sofjan. Jika ada, pembersihan harus segera dilakukan agar keterlibatan itu tidak menjadi duri dalam daging bagi Polri dalam penegakan hukum terhadap tersangka makar ataupun perusuh pada 21-22 Mei.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Andrea Hinan Pulungan, menambahkan, setiap kasus yang ditangani dan telah ada tersangkanya tidak boleh terhenti atau berhenti penanganannya. Penetapan tersangka pun harus memenuhi unsur alat bukti dan keterangan saksi, lalu tersangka dapat ditahan. Jika tidak ada alasan menyangkut gangguan jiwa, nyawa, ataupun raga, penahanan tidak perlu ditangguhkan.
”Sudah menjadi kewajiban Polri untuk menuntaskan semua kasus agar dapat atau tidak untuk dilanjutkan ke penuntutan,” ucap Andrea.
Panggilan baru
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal M Iqbal, di Jakarta, Selasa, mengatakan, polisi telah memanggil Sofjan untuk pemeriksaan sebagai tersangka. Akan tetapi, dia berhalangan hadir karena sakit.
”Terkait peran Sofjan, polisi telah mengumpulkan keterangan-keterangan dan bukti-bukti melalui rekaman video dan siaran televisi,” ujar Iqbal.
Penyidik telah menjadwalkan ulang pemeriksaan Sofjan. Dia akan menjalani pemeriksaan pekan depan. ”Nanti diperiksa Senin, 17 Juni 2019,” lanjutnya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Prabowo Argo Yuwono mengatakan, Sofjan melanggar Pasal 107 KUHP dan atau 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
”Pasal tersebut tentang kejahatan terhadap keamanan negara atau makar, menyiarkan suatu berita yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat atau menyiarkan kabar yang tidak pasti,” kata Argo.