Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak akan melayani proses perizinan dari usaha menengah dan usaha besar yang tercatat menunggak pajak. Persyaratan baru itu bertujuan agar para pemilik usaha taat dalam pemenuhan kewajiban pajaknya.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak akan melayani proses perizinan dari usaha menengah dan usaha besar yang tercatat menunggak pajak. Persyaratan baru itu bertujuan agar para pemilik usaha taat dalam pemenuhan kewajiban pajaknya.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Faisal Syarifuddin di Balai Kota, Jakarta, Selasa (11/6/2019), mengatakan, pemenuhan kewajiban pajak bagi usaha menengah dan usaha besar telah menjadi persyaratan mendasar dalam pengurusan perizinan. Pemilihan usaha menengah dan usaha besar sebagai target pengejaran pajak karena usahanya dinilai sudah mapan.
”Selama ini, mereka mungkin bukan hanya karena tidak taat, tetapi juga bisa karena lupa. Kalau kami tagih secara surat-menyurat, kan, kadang diabaikan. Tetapi, dengan peraturan, mereka mau tidak mau harus bayar. Apalagi, mereka tidak bisa melanjutkan usahanya,” ujar Faisal.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pemenuhan Kewajiban Pajak Daerah dari Pemohon Perizinan dan Pemohon Pelayanan Perpajakan Daerah. Aturan diundangkan pada 24 Mei 2019.
Berdasarkan Pasal 3 dari pergub tersebut, kebijakan berlaku untuk pemohon izin berupa pengusaha perorangan atau badan usaha yang telah beroperasi selama satu tahun atau lebih. Usaha yang dimaksud merupakan usaha menengah atau usaha besar dengan kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta atau hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar.
Dengan ini, wajib pajak yang belum menuntaskan kewajiban pembayaran pajak daerahnya tidak akan mendapatkan pelayanan perizinan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) DKI Jakarta.
Untuk menjalankan kebijakan itu, BPRD dan Dinas PMPTSP akan menyesuaikan sistem informasi yang dimiliki oleh tiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Berdasarkan Pasal 11 Pergub Nomor 47/2019, penyesuaian sistem informasi harus dilakukan paling lambat tiga bulan setelah pergub tersebut diundangkan.
”Sebelum tiga bulan, aturan ini sudah bisa diterapkan karena makin cepat, optimasi penerimanya makin cepat. Insya Allah Juni atau Juli ini sudah terkoneksi,” kata Faisal.
Ia mengatakan, usaha mikro dan usaha kecil belum terkena kebijakan ini karena Pemprov DKI masih memberikan kesempatan usaha mereka berjalan dengan stabil terlebih dahulu.
Secara terpisah, Kepala Dinas PMPTSP DKI Jakarta Benny Agus Chandra menilai, kebijakan pemenuhan kewajiban pajak ini penting agar para pengusaha menengah dan besar menjadi lebih patuh dalam membayar pajak.
Berdasarkan data Dinas PMPTSP DKI Jakarta, dari 2017 hingga 2019, total usaha menengah dan besar sebanyak 74.637 unit usaha.
”Jadi, pengusaha menengah dan besar harus melunasi utang pajaknya dulu, baru dilayani perizinannya,” kata Benny.
Ia menambahkan, pemenuhan kewajiban pajak dikecualikan bagi pemohon perizinan yang terhadap utang pajaknya telah memperoleh surat keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak.