Penyandang Dana Ditangkap, Otak Kerusuhan Masih Diselidiki
Kepolisian menangkap HM, penyandang dana aksi unjuk rasa yang berujung rusuh di depan Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum pada 21-22 Mei 2019. Namun, polisi hingga kini masih menyelidiki otak atau dalang kerusuhan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian menangkap HM, penyandang dana aksi unjuk rasa yang berujung rusuh di depan Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum pada 21-22 Mei 2019. Namun, polisi hingga kini masih menyelidiki otak atau dalang kerusuhan.
Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi menyampaikan hal itu di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan saat konferensi pers perkembangan penyidikan kasus kerusuhan 21-22 Mei, Selasa (11/6/2019).
Hadir juga dalam konferensi pers tersebut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal M Iqbal, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal TNI Sisriadi, dan Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Besar Daddy Hartadi.
Selain itu, dipaparkan pula kelanjutan penyidikan kasus percobaan pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu orang pimpinan lembaga survei. Dalam kasus tersebut, polisi telah menangkap enam tersangka, yakni seorang perempuan AF, HK alias Iwan, AZ, IR, TJ, dan AD.
Keenam tersangka itu di antaranya berperan sebagai pemimpin, pencari eksekutor, eksekutor, dan pencari senjata api. Dari keenam tersangka, polisi telah mengamankan barang bukti berupa rompi polisi, puluhan butir peluru, dan empat pucuk senjata api. Dua di antara empat senjata api itu merupakan senjata api rakitan.
”Dari hasil pengujian, keempat senjata api itu layak dan berfungsi,” ujar Ade.
Penyidikan terhadap keenam tersangka itu berlanjut hingga polisi mempunyai cukup alat bukti untuk menangkap mantan Kepala Staf Komando Strategi Angkatan Darat Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen, Rabu (29/5/2019). Kivlan adalah tersangka ketujuh yang ditangkap polisi.
Kivlan berperan memberikan perintah kepada tersangka HK dan AZ untuk mencari eksekutor pembunuhan. Ia memberikan uang Rp 150 juta kepada keduanya untuk membeli beberapa pucuk senjata api.
Uang tersebut, kata Ade, diperoleh Kivlan dari tersangka kedelapan berinisial HM. Polisi telah menangkap HM pada 29 Mei 2019 karena berperan sebagai penyandang dana. Dari tangan HM, polisi menyita sebuah telepon seluler dan juga sebuah print out rekening bank miliknya.
Sebelumnya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menyebutkan, ada tiga penyandang dana kericuhan yang terjadi di sejumlah daerah di DKI Jakarta pada 21-22 Mei 2019. HM, lanjutnya, adalah salah satunya. Menurut Neta, HM merupakan seorang pengusaha yang juga tokoh partai keagamaan.
Keterangan keenam tersangka yang lebih dulu ditangkap sebelum Kivlan dan HM sesuai dengan sejumlah barang bukti, termasuk rekaman video pertemuan antara Kivlan Zen dan para eksekutor di Masjid Pondok Indah, Jakarta Selatan. Di lokasi tersebut, Kivlan memerintahkan eksekutor untuk mengintai dan mengobservasi rumah pemimpin lembaga survei.
”Sehingga tersangka KZ (Kivlan Zen) dan HM patut diduga melakukan tindak pidana memiliki, menguasai, ataupun menyimpan senjata api ilegal tanpa izin,” katanya.
M Iqbal menambahkan, pihaknya masih belum dapat mengungkapkan apa motif para tersangka secara spesifik menyasar keempat tokoh nasional dan satu orang pimpinan lembaga survei itu. Polisi, ujarnya, kini mendalami latar belakang HM selaku penyandang dana.
”Tentu perlu waktu dan proses untuk hal tersebut (mengetahui motif),” kata Iqbal.
Lebih lanjut, Iqbal menyampaikan, polisi tengah bekerja keras untuk merangkai apakah ada benang merah dari penangkapan tiga purnawirawan jenderal terkait kasus makar dan penyebaran berita bohong. Selain Kivlan, polisi juga telah menangkap mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal (Purn) Soenarko dan menetapkan Kepala Polda Metro Jaya Komisaris Jenderal (Purn) Sofyan Yacob sebagai tersangka.
Oleh sebab itu, Iqbal meminta publik untuk bersabar menanti polisi selesai bekerja. Kepala Polri, katanya, juga sudah membentuk tim investigasi yang diketuai Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Moechgiyarto.
”Intinya, tim sedang bekerja keras. Mereka bekerja paralel dan berkoordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Kami akan bekerja seobyektif dan sedetail mungkin untuk menginvestigasi seluruh rangkaian peristiwa,” ujar Iqbal.