Kondisi global yang diwarnai perang dagang memukul kinerja ekspor banyak negara, termasuk Indonesia. Untuk menyiasati kondisi itu, Indonesia perlu mendorong investasi, sebagai mesin pertumbuhan yang penting.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono/Ferry Santoso
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi global yang diwarnai perang dagang memukul kinerja ekspor banyak negara, termasuk Indonesia. Untuk menyiasati kondisi itu, Indonesia perlu mendorong investasi, sebagai mesin pertumbuhan yang penting.
Tahun ini, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat akibat sejumlah risiko, di antaranya perang dagang Amerika Serikat-China. Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2019, dari 2,9 persen menjadi 2,6 persen. Adapun Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan 3,3 persen.
”Kemajuan pembangunan infrastruktur dan penyederhanaan prosedur diharapkan mampu mendorong investasi tersebut,” kata peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Maxensius Tri Sambodo, ketika dimintai tanggapan mengenai hal yang bisa dilakukan Indonesia dalam menghadapi perang dagang, Senin (10/6/2019).
Menurut Maxensius, pemerintah perlu mengevaluasi berbagai paket kebijakan yang belum berjalan baik, perkembangan beberapa kawasan ekonomi khusus yang mandek, serta mendorong ekosistem pengembangan ekonomi kreatif.
”Sektor pariwisata punya prospek besar sebagai penghasil devisa. Apalagi jika didorong daya saing sektor ekonomi kreatif yang lebih baik,” ujarnya.
Terkait peluang mendapat limpahan relokasi industri dari China, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan, beberapa negara di Asia Tenggara bersaing untuk memperebutkan investasi manufaktur. Di sisi lain, iklim manufaktur di Indonesia belum terlalu baik dibandingkan dengan kompetitor, misalnya Vietnam.
Jika ingin bersaing di tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global, Indonesia perlu memberikan lebih banyak insentif daripada kompetitor. ”Jangan hanya insentif fiskal. Kita harus mengeluarkan semua amunisi agar lebih atraktif dibandingkan dengan yang lain. Jadi, perbaikan di sektor riil jangan dilupakan,” katanya.
Indonesia perlu memberikan lebih banyak insentif daripada kompetitor.
Dalam Kemudahan Berbisnis 2019 yang diterbitkan Bank Dunia, Indonesia ada di peringkat ke-73. Adapun dalam Indeks Daya Saing 2018 yang diterbitkan Forum Ekonomi Dunia (WEF), Indonesia ada di peringkat ke-45 dari 140 negara.
Menurut Faisal, Indonesia perlu memperbaiki iklim investasi manufaktur, keterkaitan antarindustri, dan menuntaskan permasalahan investasi di sejumlah kawasan ekonomi khusus (KEK) yang akan dikembangkan. ”Bukan hanya infrastruktur dasar, melainkan juga infrastruktur yang spesifik mengintegrasikan fungsi-fungsi dalam KEK,” katanya.
Faisal menambahkan, Vietnam dan Thailand memiliki sejumlah keunggulan, seperti kemudahan pembebasan lahan, integrasi infrastruktur di dalam kawasan industri, serta kedekatan kluster-kluster industri dengan pelabuhan.
Ekosistem
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah di Jakarta, Senin, menyampaikan, ekosistem pariwisata mesti terus dikembangkan. ”Tak hanya terkait promosi, tetapi juga banyak aspek, seperti konektivitas dan integrasi ekosistem pariwisata,” katanya.
Edwin mencontohkan, bandara internasional di Kulon Progo, DI Yogyakarta, dapat menunjang pariwisata di Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Namun, akses yang mudah dan cepat ke kawasan-kawasan wisata di sekitarnya masih perlu dikembangkan.
Dengan ekosistem yang terbangun, wisatawan yang datang diharapkan tidak sekadar menikmati hotel dan alam, tetapi juga menikmati budaya dan kearifan lokal, kuliner, serta membeli produk lokal.
Industri pariwisata bisa menopang neraca pembayaran. Pada triwulan I-2019, neraca jasa perjalanan surplus 1,365 miliar dollar AS.
Direktur Utama PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) Abdulbar Mansoer mengungkapkan, ITDC berupaya membangun destinasi baru di Mandalika (Lombok, Nusa Tenggara Barat) melalui kehadiran sirkuit MotoGP.
Sementara itu, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (Persero) Edi Setijono mengatakan, pihaknya sedang mengkaji kemungkinan membuat kereta gantung yang menghubungkan kawasan Candi Prambanan dengan Candi Ratu Boko. (FER/CAS)