Politisi Partai Persatuan Pembangunan Habil Marati ditengarai menjadi pendana pembelian senjata api dalam kasus rencana pembunuhan sejumlah tokoh nasional. PPP mempersilakan penegak hukum untuk memproses politisi kawakan tersebut.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Politisi Partai Persatuan Pembangunan Habil Marati ditengarai menjadi pendana pembelian senjata api dalam kasus rencana pembunuhan sejumlah tokoh nasional. PPP mempersilakan penegak hukum untuk memproses politisi kawakan tersebut.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, Selasa (11/6/2019), di Jakarta, mengatakan, pihak DPP PPP memegang sikap bahwa siapa saja, termasuk kader PPP, yang diduga melakukan perbuatan pidana sudah seharusnya diselidik dan disidik sesuai dengan proses hukum.
Arsul berpandangan, meskipun PPP merupakan partai pendukung pemerintah, proses hukum harus diberlakukan secara adil, setara di hadapan hukum. ”Kita serahkan saja kepada penegak hukum untuk melakukan penyelidikan,” kata Arsul saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Seperti yang diketahui, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan, Habil berperan memberikan uang Rp 150 juta kepada tersangka lain, yakni bekas Kepala Staf Kostrad Kivlan Zen, untuk membeli senjata.
Senjata itu diduga akan digunakan untuk membunuh sejumlah tokoh nasional, yakni Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto; Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan; Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan; Staf Khusus Presiden Gories Mere; dan direktur eksekutif lembaga survei Charta Politika, Yunarto Wijaya.
Pada akhir 1990-an, Habil juga merupakan presiden direktur dari PT Kumenindo Kridanusa, pabrik produsen bahan plastik cumene. Saat itu, PT Kumenindo Kridanusa menjadi pemasok kebutuhan komponen mobil nasional Timor milik putra bungsu Presiden Soeharto, Hutomo ”Tomi” Mandala Putra (Kompas, 10/4/1996).
Arsul mengatakan, Habil pernah menduduki posisi bendahara saat Suryadharma Ali menjadi Ketua Umum PPP. ”Nah, ketika konflik dualisme kepemimpinan, Habib menjadi pengurus di kubu Djan Faridz,” katanya.
Berdasarkan penelusuran arsip Kompas, Habil Marati merupakan pemimpin sidang penetapan Djan Faridz sebagai Ketua Umum PPP periode 2014-2019 dalam Muktamar Jakarta yang diselenggarakan 1 November 2014, muktamar yang tidak diakui legalitasnya oleh negara (Kompas, 3/11/2014). Surat keputusan Menteri Hukum dan HAM memberikan pengakuan kepada kubu Romahurmuziy sebagai pengurus PPP yang resmi.
Habil juga pernah menjadi salah satu anggota DPR dengan pengeluaran terbesar pada periode 1999-2001 berdasarkan laporan daftar kekayaan yang diterima Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Saat itu, Arifin Panigoro memiliki pengeluaran sebesar Rp 142,35 miliar, disusul Habil Marati dengan Rp 16 miliar dan Setya Novanto Rp 10,3 miliar (Kompas, 24/2/2002).
Pada akhir 1990-an, Habil juga merupakan presiden direktur dari PT Kumenindo Kridanusa, pabrik produsen bahan plastik cumene. Saat itu, PT Kumenindo Kridanusa menjadi pemasok kebutuhan komponen mobil nasional Timor milik putra bungsu Presiden Soeharto, Hutomo ”Tomi” Mandala Putra (Kompas, 10/4/1996).