Bakda Ketupat dan Arak-arakan Sapi di Lereng Merapi
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
Udara pagi terasa dingin di lereng Gunung Merapi di Dusun Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (12/6/2019) pagi. Namun, warga telah ramai berkumpul di jalan desa setempat. Mereka duduk lesehan di atas dua tikar panjang yang digelar di tengah jalan beraspal itu. Di hadapan mereka, tersaji ketupat lengkap dengan aneka lauk dan sayur.
Setiap keluarga membawa sendiri ketupat beserta lauk-pauknya dari rumah masing-masing. Ada yang membawa ketupat dengan tahu dan tempe goreng, ada pula yang membawa ketupat dengan oseng-oseng kecambah dan tahu. Tak lupa pula telur asin, ayam goreng, opor ayam, sambal goreng, telur goreng, serta kerupuk menemani hidangan pagi itu.
Setelah doa selesai dipanjatkan dalam kenduri itu, warga lantas menyantap bersama-sama hidangan yang mereka bawa. Tradisi Lebaran Ketupat atau Bakda Ketupat yang digelar sepekan setelah Idul Fitri ini diikuti semua kalangan, dari anak-anak, remaja, hingga orangtua.
Seusai kenduri, warga membawa ternak sapi masing-masing, baik sapi perah maupun sapi potong, serta kambing. Uniknya, di leher ternak tersebut dipasangi ketupat dan badannya disemprot atau diolesi parfum supaya wangi. Sapi dan kambing itu kemudian diarak bersama-sama keliling kampung.
”Ini tradisi yang sudah turun-temurun yang dilakukan saat Bakda Ketupat. Kami ingin melestarikan tradisi ini,” ujar Hadi Sutarno (60), Ketua RW 004, Dusun Mlambong.
Menurut Hadi, tradisi ini sebagai wujud syukur kepada Tuhan. Warga mengeluarkan sapi-sapi mereka dari kandang kemudian dikirab keliling kampung untuk menunjukkan bahwa sapi-sapi itu telah dipelihara dengan baik.
”Warga di sini sangat merasakan bahwa sapi adalah penopang ekonomi keluarga yang sangat diandalkan. Sapi dikirab itu ungkapan syukur dan untuk menunjukkan bahwa warga telah merawat sapi mereka dengan baik dan sekaligus memohon kepada Tuhan agar diberikan rezeki yang lebih,” kata Hadi.
Hadi menjelaskan, hampir setiap keluarga di Dusun Mlambong memiliki 2-10 ekor sapi perah. Kebanyakan warga beternak sapi perah ketimbang sapi potong. ”Warga memperoleh penghasilan dari produksi susu,” katanya.
Seekor sapi perah dewasa bisa menghasilkan hingga 20-25 liter susu segar per hari. Di tingkat peternak, susu segar itu dijual seharga Rp 5.000 per liter. ”Produksi susu ini tergantung dari kualitas sapi dan pemeliharaannya,” ujarnya.
Semakin banyak sapi perah yang dimiliki, penghasilan keluarga akan semakin berlipat. Karena itulah, sapi perah menjadi penopang hidup keluarga-keluarga di Dusun Mlambong. Penghasilan yang diperoleh dari menjual susu sapi digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membiayai sekolah anak, membangun rumah, serta untuk kebutuhan sosial kemasyarakatan.
Jiyarto (55), warga yang mengikuti arak-arakan sapi, mengaku memiliki tiga ekor sapi perah dewasa dan anakan. Seekor di antaranya sudah menghasilkan 10 liter susu per hari. Ia pun berharap produksi susu itu akan terus meningkat.
Menurut Darmaji (40), warga Mlambong, semula setiap pemilik sapi mengeluarkan sapi sendiri-sendiri saat Bakda Ketupat. Agar lebih meriah, beberapa tahun yang lalu, sapi-sapi milik warga dikirab bersama-sama dalam tradisi arak-arakan sapi.