Diminta Adil, Polri Perlu Selesaikan Juga Kasus 9 Korban Tewas
Oleh
INSAN ALFAJRI/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian RI diminta berlaku adil menangani dugaan pelanggaran hukum pascakerusuhan 21-22 Mei 2019 di depan Kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum. Selain mengungkap rencana pembunuhan terhadap empat pejabat negara, publik juga menanti pengusutan tuntas polisi terhadap penyebab tewasnya 9 orang dalam kerusuhan itu.
Hal itu disampaikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (12/6/2019). Hadir dalam acara itu Staf Riset Kontras Rivanlee Anandar dan Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi Kontras Feri Kusuma.
Feri mengatakan, masih ada pertanyaan yang belum terjawab dalam konferensi pers yang dilakukan Polri di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, kemarin. Polri tidak menjelaskan motif tersangka perkara rencana pembunuhan terhadap Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, serta Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
Sebelumnya, Polri sudah menetapkan delapan tersangka. Enam diantaranya bertugas sebagai berperan sebagai pemimpin, eksekutor, pencari senjata api, dan penjual senjata api. Dari keterangan enam tersangka ini, ditetapkan pula dua tersangka lainnya, yaitu mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen dan politisi berinisial HM.
Di saat bersamaan, kata Feri, Polri juga belum menjelaskan penyebab kematian 9 orang yang tewas dalam kerusuhan itu. Hal ini harus segera diungkap ke publik.
"Perlakuan penanganan dan perlindungan terhadap empat pejabat publik itu harus sama dengan perlakuan penanganan dan perlindungan terhadap warga biasa. Jangan ada yang timpang dalam proses hukumnya," kata Feri.
Perlakuan penanganan dan perlindungan terhadap empat pejabat publik itu harus sama dengan perlakuan penanganan dan perlindungan terhadap warga biasa. Jangan ada yang timpang dalam proses hukumnya.
Rivanlee Anandar mengemukakan, Kontras menemui enam keluarga korban tewas pada akhir Mei lalu. Dari dokumentasi foto dan video keluarga, jasad korban terlihat seperti mengalami luka tembak.
Dari enam keluarga yang ditemui Kontras, tiga di antaranya memberikan surat kematian. Surat itu hanya menyatakan korban mengalami cedera lainnya. "Tidak diterangkan apakah karena penembakan atau batu keras, atau karena apa," katanya.
Kemarin, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal M Iqbal menyatakan, Polri sudah membentuk tim investigasi untuk mengusut tewasnya terduga perusuh itu. Tim investigasi berkoordinasi di antaranya dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Namun menurut Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Komnas HAM tidak terlibat langsung di dalam tim bentukan Polri itu, sebab Komnas HAM punya tim sendiri.
Komnas HAM sudah menerima semua laporan polisi mengenai kerusuhan pada 21-22 Mei itu. Terkait penyebab kematian 9 terduga perusuh, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra mengatakan, tim investigasi mengalami kendala karena sulitnya mencari tempat kejadian di mana para korban ditemukan tewas.
Asep menyampaikan, salah satu tugas penting yang diemban tim investigasi adalah mencari tahu penyebab kematian sembilan orang dalam kerusuhan tersebut. Untuk itu, tim investigasi akan menelusuri kembali lokasi-lokasi di mana para korban itu terjatuh lalu meninggal dunia.
“Ini menjadi penting sebagai titik awal penyelidikan kita. Di mana kejadiannya, seperti apa peristiwa sesungguhnya, dan saksi-saksinya,” ucap Asep.
Salah satu tugas penting yang diemban tim investigasi adalah mencari tahu penyebab kematian sembilan orang dalam kerusuhan tersebut. Untuk itu, tim investigasi akan menelusuri kembali lokasi-lokasi di mana para korban itu terjatuh lalu meninggal dunia.
Lantaran para korban diduga meninggal dunia karena tertembak peluru tajam, untuk mengungkap penyebab kematian para korban maka polisi harus mengetahui bagaimana arah tembak, jarak tembak, dan lain sebagainya. Oleh karenanya diperlukan sebuah kerja sama antara Polri dan lembaga-lembaga lainnya selain Komnas HAM dan Kompolnas. Masyarakat juga diharapkan bisa memberikan informasi kepada polisi.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyayangkan penjelasan Polri yang menyatakan kesembilan korban tewas diduga adalah perusuh. Usman mengatakan, semestinya Polri terlebih dulu membeberkan bukti-bukti awal yang dikumpulkan di tempat kejadian perkara. Baru kemudian Polri mengambil kesimpulan bahwa kesembilan orang itu adalah perusuh.
“Kesimpulan itu justru memberi pesan tersirat bahwa anggota polisi adalah pelaku yang bertanggungjawab atas kematian kesembilan orang itu. Kesimpulan itu tidak diikuti dengan bukti-bukti yang memadai, bahkan TKP saja belum bisa ditentukan,” ujar Usman.