Indonesia-Inggris Kerja Sama Wujudkan Kemudahan Berusaha
Indonesia dan Inggris berkomitmen untuk mewujudkan kemudahan berusaha di Indonesia. Upaya ini dilakukan dengan melakukan reformasi regulasi sehingga lebih kompetitif. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman pejabat terkait.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dan Inggris bekerja sama mengembangkan reformasi regulasi yang dapat diterapkan di Indonesia. Upaya ini dilakukan guna mewujudkan iklim bisnis yang lebih kompetitif di Indonesia.
Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman pejabat terkait. Hadir dalam acara ini Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono, Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik, serta Asisten Direktur dari Kementerian Bisnis, Energi, dan Strategi Industri Perserikatan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara Dennis Ager di Jakarta, Rabu (12/6/2019). Inggris juga memberi bantuan hibah senilai 1,14 juta poundsterling atau setara Rp 20,67 miliar.
”Kami harap Inggris menjadi mitra Indonesia dalam meningkatkan daya saing, membuka peluang bisnis, dan memacu pertumbuhan ekonomi untuk rakyat Indonesia. Jika berhasil, Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar kelima atau keenam dunia pada 2030,” kata Malik.
Terdapat tiga paket yang disetujui Indonesia-Inggris dalam nota kesepahaman itu. Ketiga paket itu adalah kedua negara bekerja sama untuk memperbaiki standardisasi perlindungan konsumen, mengimplementasikan regulasi melalui manajemen regulasi yang baik dan efektif, serta mengajak pebisnis untuk terlibat dalam proses implementasi regulasi.
Kerja sama Indonesia dan Inggris, antara lain, mencakup pertukaran informasi, program, pendidikan, pelatihan, seminar, dan pengembangan kapasitas mengenai reformasi regulasi. Kedua negara juga akan membentuk rencana kerja spesifik dalam mengimplementasikan regulasi yang disusun.
Menurut Malik, Indonesia membutuhkan sistem regulasi yang lebih maju, tertib, dan teratur. Karena itu, Indonesia membutuhkan inovasi, modal, dan keterampilan dari negara lain.
Ia melanjutkan, Inggris dapat menjadi referensi kajian dalam menentukan reformasi regulasi yang layak diterapkan di Indonesia. International Civil Service Effectiveness Index menobatkan Inggris sebagai negara terbaik dalam membentuk dan mengimplementasikan regulasi.
Susiwijono menyampaikan, kolaborasi kedua negara diharapkan dapat memperbaiki regulasi yang ada sehingga meningkatkan iklim investasi. Iklim investasi yang baik akan memacu pertumbuhan ekonomi yang inklusif sehingga turut menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia.
”Reformasi regulasi dibutuhkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini penting karena kondisi perekonomian global belum membaik, yang terlihat dari Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 2,9 persen pada Januari 2019 menjadi 2,6 persen pada Juni 2019,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,07 persen secara tahunan pada triwulan I-2019. Jumlah itu tumbuh tipis dibandingkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06 persen pada triwulan I-2018. Pemerintah menargetkan tumbuh 5,3 persen pada 2019.
Indonesia, lanjutnya, telah menunjukkan komitmen dan bukti dalam memperbaiki iklim bisnisnya. Terakhir, lembaga pemeringkat Standard & Poor’s (S&P) menaikkan peringkat utang jangka panjang Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan proyeksi stabil dan utang jangka pendek Indonesia dari A-3 menjadi A-2.
Hukum omnibus
Susiwijono mengatakan, pemerintah menginginkan untuk segera menyelesaikan hukum omnibus (omnibus law) dalam implementasi sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS). Hukum omnibus akan menciptakan satu undang-undang baru setelah mengamandemen sejumlah undang-undang terkait.
”Kami harap Inggris dapat mengirimkan tim ahli untuk membantu Indonesia. Kedua pihak dapat bertemu pekan depan guna mempercepat proses,” katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso menambahkan, dasar hukum OSS saat ini menggunakan lebih kurang 20 jenis UU dengan standar yang berbeda. Ketika selesai, hukum omnibus yang akan menjadi UU untuk perizinan usaha ini akan menjadi payung hukum tunggal bagi OSS.
Malik mengatakan, Inggris menyambut baik tawaran kerja sama Indonesia untuk mempercepat penyusunan hukum omnibus bagi OSS. ”Kami akan bertemu dan melihat bagaimana bisa mendukung pemerintah dalam menyederhanakan iklim bisnis,” ujarnya.