MANADO, KOMPAS – Perempuan dan anak-anak di Manado, Sulawesi Utara, terus menjadi korban percabulan dan pemerkosaan. Masalah pengangguran yang cenderung meningkat ditengarai menjadi salah satu faktor penyebab tingginya jumlah kasus kriminal tersebut.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Manado Ajun Komisaris Thommy Aruan mengatakan, jumlah laporan kasus percabulan dan pemerkosaan di Manado tergolong tinggi. Selama 2018, ada 39 kasus percabulan terhadap perempuan dan anak serta empat kasus pemerkosaan.
"Di 2019, sejak Januari sampai sekarang, kami sudah menerima 22 laporan kasus percabulan dan satu kasus pemerkosaan. Ini tergolong tinggi karena hingga pertengahan tahun saja, sudah ada setengah jumlah kasus tahun lalu," kata Thommy, Rabu (12/6/2019), di Manado.
Sebagai pembanding, di Tangerang Selatan, Banten, yang berstatus kota metropolitan dengan 1,3 juta penduduk menurut dinas kependudukan dan catatan sipil (dukcapil) setempat, terjadi 33 kasus percabulan terhadap anak selama 2018. Adapun Manado yang berstatus kota sedang dengan 527.007 penduduk menurut catatan dinas dukcapil mengalami 39 kasus serupa selama periode yang sama.
Thommy mengatakan, pemerkosaan melibatkan penetrasi alat kelamin, sedangkan percabulan tidak. Mayoritas pelaku adalah laki-laki yang juga orang terdekat korban. Adapun korban dewasa maupun anak-anak didominasi oleh perempuan.
Kasus terakhir yang ditangani Satreskrim Polres Manado adalah percabulan terhadap C, bocah berusia 8 tahun, oleh ayah tirinya, S (37). Tindakan tersebut dilakukan S pada Maret 2019, namun baru dilaporkan pada 7 Juni 2019 oleh ibu kandung C setelah sang anak menceritakan pelecehan yang dialaminya.
Pemeriksaan terhadap S masih berlangsung hingga kini. Namun, belum diketahui apakah C dan ibunya mendapatkan pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Manado.
"Selama ini, polisi terus menjadi ‘pemadam kebakaran’ dengan menangani kasus yang sudah terjadi. Satuan Binmas (Pembina Masyarakat) mengambil langkah pre-emptive dengan penyuluhan dan pembinaan, tapi tidak akan efektif kalau tidak dibarengi penyelesaian masalah sosial seperti pengangguran dan pendidikan rendah yang terkait kesejahteraan," kata Thommy.
Pengangguran
Menurut pengamatan Thommy, Mayoritas pelaku kekerasan seksual adalah pengangguran. S yang mencabuli anak angkatnya juga pengangguran. Berdasarkan data Dinas Pemuda dan Olahraga Manado, tingkat pengangguran di Manado cenderung meningkat, dari 18.203 pada 2017 menjadi 20.324 pada 2018.
Sebelumnya, Walikota Manado Vicky Lumentut mengklaim, berhasil menurunkan tingkat pengangguran di Manado dari 11 persen pada 2016 menjadi 9 persen pada 2017 (Kompas, 13 Mei 2019). Namun, ia tidak menyebutkan tingkat pengangguran pada 2018.
Laporan Bank Dunia tahun 2010 berjudul Violence in the City: Understanding and Supporting Community Responses to Urban Violence menyebutkan, masalah pengangguran di beberapa negara seperti Timor Leste, Brazil, dan Haiti menyebabkan depresi dan kebosanan. Waktu yang tidak terpakai untuk kegiatan produktif pun berujung pada berbagai bentuk kriminalitas, termasuk pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Sosiolog Universitas Negeri Manado Ferdinand Kerebungu mengatakan, masalah pengangguran termasuk salah satu faktor pemicu kekerasan seksual. Masalah ini juga kerap berkelindan dengan alkoholisme yang menjerat para pengangguran.
"Seiring dengan arus informasi yang tak terbendung melalui teknologi, para pengangguran bisa terdorong untuk melakukan berbagai bentuk kekerasan seksual akibat konten digital berbau pornografi yang dilihatnya. Ini semakin parah kalau sudah di bawah pengaruh alkohol," kata Ferdinand.
Di samping itu, rasa rendah diri terhadap istri yang memiliki pekerjaan juga bisa memicu pelampiasan kekerasan seksual terhadap anak.
Untuk mengatasi kekerasan seksual terutama terhadap anak, kata Ferdinand, pemerintah kota perlu meningkatkan angka partisipasi pendidikan di sekolah untuk mengurangi pengangguran di masa depan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), harapan lama sekolah warga Manado mencapai kisaran 14 tahun, sementara rata-rata lama sekolah sekitar 11 tahun selama 2018.