Puluhan anggota kelompok radikal Jamaah Ansharut Daulah di Kalimantan Tengah ditahan. Mereka yang teridentifikasi baru terpapar paham radikalisme akan dipulihkan.
PALANGKARAYA, KOMPAS— Polisi menangkap 33 orang terduga teroris dan kelompok yang terpapar radikalisme di Kalimantan Tengah. Tiga di antaranya yang tergabung dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ditetapkan sebagai tersangka pidana terorisme.
Mereka yang ditangkap terdiri atas 15 laki-laki dewasa, 8 perempuan dewasa, dan 10 anak-anak. Penangkapan berlangsung Senin (10/6/2019) sekitar pukul 16.30 di dua tempat terpisah. Sebanyak 18 orang ditangkap di Kelurahan Panarung, Kota Palangkaraya. Sisanya, 15 orang, ditangkap di Kabupaten Gunung Mas.
Sesuai pantauan di Panarung, polisi memasang garis kuning di dua kamar indekos tempat tinggal terduga teroris tersebut. Polisi juga membawa beberapa orang yang kepalanya ditutupi kain serta sejumlah barang yang disimpan dalam kardus dan kotak plastik.
Suwarti (44), penjaga indekos, mengaku jarang berkomunikasi dengan mereka yang ditangkap. Di kamar nomor lima dan enam itu sedikitnya terdapat 12 orang yang tinggal di dalamnya.
Orang-orang yang menyewa kamar itu mengaku datang dari Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara. Mereka hendak pulang ke kampung halaman di Sulawesi.
”Mereka baru datang dua minggu lalu,” kata Suwarti. Penyewa itu selalu menutup pintu dan jendela kamar.
Kepala Polda Kalteng Inspektur Jenderal Anang Revandoko, pada jumpa pers, Selasa (11/6), mengungkapkan, tiga terduga teroris itu berinisial TO alias Abu Raina, AB alias Ibrahim, dan S alias Abu Ismail. Ketiganya diduga anggota jaringan JAD dan pernah mengikuti pelatihan terorisme di Gunung Salak, Aceh Utara.
”Mereka pengikut kelompok Abu Zahra yang hendak menuju Jakarta, tetapi sebelum itu kami cegah dulu. Kami belum mengetahui tujuannya ke Jakarta. Masih didalami karena masih diperiksa,” katanya.
Anang menjelaskan, ketiganya juga membaiatkan diri langsung kepada Pemimpin Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) Abu Bakar al-Baghdadi. Polisi juga menyita barang bukti berupa perkakas listrik, satu kotak bubuk berwarna putih dan margarin, serta buku-buku berisi paham radikalisme.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Kalteng H Anwar Isa, yang hadir dalam jumpa pers, mengatakan, buku-buku yang disita itu berpotensi membuat orang memiliki paham radikalisme. ”Kalau salah menginterpretasi, ya, ujungnya bisa terorisme. Kami berharap polisi bisa menangkap semua jaringannya di Kalteng,” katanya.
Layanan psikososial
Terkait 10 anak-anak yang turut ditahan, polisi akan membawa mereka ke Layanan Dukungan Psikososial (LDP) di Dinas Sosial Palangkaraya. Selain anak-anak, mereka yang baru terpapar paham radikalisme juga akan diberi layanan psikososial. Mereka akan dipulihkan dari paham radikalisme. Pemulihan dari paham radikalisme itu akan melibatkan psikolog dan tokoh agama.
”Semua menunggu pemeriksaan yang dilakukan polisi,” kata salah satu pekerja sosial LDP Palangkaraya, Eka Raya F Dohong. (IDO)