KKP Perlu Tingkatkan Belanja Modal Berorientasi Ekspor
Oleh
M Paschalia Judith J/Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Badan Pemeriksa Keuangan untuk pertama kali memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian pada laporan keuangan tahun 2018 Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP. Ke depannya, KKP diharapkan untuk mendongkrak belanja modal yang berorientasi ekspor.
Ketua Bidang Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Thomas Darmawan, Rabu (12/6/2019) malam, mengatakan, belanja modal KKP sejauh ini hanya berorientasi pada pemerataan aktivitas perikanan pada nelayan kecil. Selanjutnya, KKP harus memiliki anggaran untuk membuat perikanan nasional berorientasi pada peningkatan produksi dan ekspor.
Untuk meningkatkan produksi dan ekspor, KKP mesti menyiapkan anggaran di sektor perikanan budidaya. Anggaran itu bisa digunakan untuk merevitalisasi infrastruktur budidaya di laut dan tambak di pantai, serta membangun infrastruktur budidaya di waduk dan sungai.
"KKP juga harus menyiapkan belanja modal untuk bibit, pakan, dan alat pendukung. Tujuannya adalah menunjang pengembangan perikanan budidaya tersebut," kata dia.
Belanja modal KKP sejauh ini hanya berorientasi pada pemerataan aktivitas perikanan pada nelayan kecil. Selanjutnya, KKP harus memiliki anggaran untuk membuat perikanan nasional berorientasi pada peningkatan produksi dan ekspor.
Menurut Thomas, selain belanja modal di hulu, industri antara turut membutuhkan fasilitas dari KKP. Pembangunan gudang penyimpanan berpendingan perlu ditambah dan diintegrasikan dengan wilayah-wilayah penangkapan maupun budidaya ikan.
"Sistem penyerapan dan penyimpanannya juga mesti diatur agar tidak hanya penuh saat musim panen ikan dan kosong saat bukan musim panen," kata dia.
Pada Selasa malam lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan hasil pemeriksaan laporan keuangan KKP tahun 2018. Laporan tersebut diserahkan Anggota IV BPK RI Rizal Djalil. KKP mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
Dalam kesempatan itu, Rizal Djalil merekomendasikan agar KKP terus memperbesar belanja modal. Dengan memperbesar belanja modal, negara dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Para pejabat pembuat komitmen tidak boleh takut untuk belanja modal. Belanja modal adalah ruang yang diberikan negara untuk memperbanyak aset dan kapasitas negara untuk mengelola sumber daya, termasuk menyejahterakan masyarakat," kata dia.
Pada tahun-tahun sebelumnya, BPK kerap memberi opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer) terhadap laporan keuangan KKP. Opini itu diberikan karena BPK tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan KKP wajar atau tidak.
Kali ini, pemberian predikat tersebut diberikan sebagai apresiasi BPK atas laporan keuangan yang akuntabel. Apresiasi itu juga diberikan untuk mendorong pembenahan fungsi dan sistem pengendalian internal KKP.
Menurut Rizal, sejauh ini BPK melihat, KKP telah berhasil meningkatkan realisasi anggaran belanja dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Hal itu terjadi karena adanya ketegasan menteri menjaga laut Indonesia guna meningkatkan ketersediaan sumber daya ikan.
“Kami berharap, PNBP ke depan bisa lebih meningkat, seiring dengan makin tersedianya sumber daya perikanan karena adanya ketegasan hukum,” ujarnya.
Susi Pudjiastuti mengatakan, capaian itu tidak lepas dari upaya efisiensi anggaran yang dikerjakan KKP empat tahun terakhir. Salah satunya dengan mengefisienkan penggunaan istilah dalam nomenklatur anggaran.
Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PNBP naik dari Rp 150 miliar menjadi Rp 600 miliar lebih. Pajak juga naik, dari sebelumnya tak sampai Rp 300 miliar, sekarang sudah Rp 1,5 triliun.
Langkah itu membantu menciptakan anggaran yang tepat guna. Dalam empat tahun terakhir ini saja, KKP dapat mengembalikan Rp 9,3 triliun kepada negara. Selain itu, PNBP dan pajak juga turut meningkat.
“Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PNBP naik dari Rp 150 miliar menjadi Rp 600 miliar lebih. Pajak juga naik, dari sebelumnya tak sampai Rp 300 miliar, sekarang sudah Rp 1,5 triliun,” kata dia.