JAKARTA, KOMPAS - Pandangan partai-partai politik pendukung pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin sampai saat ini masih berbeda terkait perlu tidaknya merangkul masuk dalam kabinet pemerintahan baru sebagian partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Sejumlah partai pendukung Jokowi-Amin menilai, koalisi tidak perlu diperbesar lagi karena saat ini lima parpol pendukung Jokowi-Amin diproyeksikan menguasai 60,7 persen kursi DPR.
”Karena koalisi saat ini sudah kuat, kuatkan saja yang ada. Bukan berarti partai lain tak diajak, tetapi harus jelas dulu mana koalisi ’ring’ A, mana koalisi ’ring’ B. Partai yang baru bergabung tidak bisa disamakan dengan lama,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Oleh karena itu, menurut dia, internal koalisi harus dikuatkan terlebih dahulu, baru membicarakan urgensi memperbesar koalisi. Kalaupun partai dari koalisi Prabowo, seperti Partai Amanat Nasional, Demokrat, bahkan Gerindra, diajak bergabung, pembagian kursi kekuasaan perlu diterapkan secara adil dan proporsional.
Partai dari luar koalisi, menurut dia, tidak perlu mendapat kursi menteri, melainkan jabatan di lembaga pemerintahan lainnya. Jazilul berharap jatah kursi menteri dari partai diberikan kepada partai koalisi utama.
Politisi PDI-P Aria Bima mengatakan, peluang merangkul partai-partai pendukung Prabowo ke koalisi Jokowi-Amin masih terbuka. Hal itu kemungkinan akan mulai dibahas setelah pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Sementara ini, rencana pertemuan Jokowi dan Prabowo hanya akan membicarakan rekonsiliasi dan silaturahmi kedua rival politik itu.
Peluang kerja sama ke depan itu, menurut Aria, tidak hanya terbatas pada Demokrat dan PAN, tetapi juga dengan Partai Gerindra. ”Dalam hal memperjuangkan kepentingan bangsa, Pak Jokowi dan Pak Prabowo punya pertalian cukup kuat. Keduanya juga sebenarnya punya kesamaan program dan kebijakan, itu terlihat saat debat capres lalu,” ujarnya.
Keluar dari koalisi
Menurut Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan, secara de facto, keberadaan PAN di koalisi Prabowo-Sandi telah selesai. Menurut dia, kemungkinan PAN bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Amin sangat besar. ”Namun, itu kami lihat setelah semua proses sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) selesai,” kata Bara.
Menurut Bara, sudah ada pembicaraan di internal partai mengenai langkah PAN selanjutnya. Mekanisme kebijakan partai akan ditentukan melalui rapat kerja nasional. Posisi di dalam atau di luar pemerintahan akan berpengaruh pada perkembangan partai selama lima tahun mendatang.
Terkait kondisi di internal koalisi Prabowo-Sandi, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai setiap partai yang tergabung di Koalisi Indonesia Adil Makmur memiliki hak untuk keluar dari koalisi. Namun, saat ini semua partai—Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat—masih sepakat untuk bersama-sama berjuang di MK.
Terkait kemungkinan disambutnya Gerindra masuk ke koalisi pendukung pemerintah, Fadli menilai itu tidak relevan. Sebab, pihaknya fokus pada persidangan di MK. ”Pokoknya, kami akan fokus dulu di MK,” kata Fadli.