Pengembangan tempat istirahat dan pelayanan di sepanjang jalan tol, baik di Jawa maupun Sumatera, menjadi peluang bisnis baru untuk mendorong ekonomi daerah. Sebab, selain menjadi tempat persinggahan, TIP dapat menjadi destinasi baru bagi pengguna jalan tol.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan tempat istirahat dan pelayanan di sepanjang jalan tol, baik di Jawa maupun Sumatera, menjadi peluang bisnis baru untuk mendorong ekonomi daerah. Sebab, selain menjadi tempat persinggahan, TIP dapat menjadi destinasi baru bagi pengguna jalan tol.
Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tempat Istirahat dan Pelayanan pada Jalan Tol, tempat istirahat dan pelayanan (TIP) dikelompokkan menjadi tiga tipe, yakni tipe A, B, dan C. Dari sisi luasan, TIP tipe A harus memiliki lahan paling sedikit seluas 6 hektar, tipe B paling sedikit 3 ha, dan tipe C paling sedikit 2.500 meter persegi.
Melalui permen PUPR tersebut, pengelola TIP diminta mengalokasikan lahan sebesar 30 persen dari total lahan komersial bagi usaha kecil dan menengah (UKM) dan koperasi di ruas tol yang masih tahap perencanaan dan konstruksi serta 20 persen di ruas tol yang telah beroperasi. Selain itu, pengelola TIP diharuskan memberikan kemudahan usaha bagi UKM dan koperasi dalam bentuk skema bagi hasil.
Menurut Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal, pembangunan jalan tol mesti berdampak pada daerah yang dilewati. Pelibatan UKM di TIP merupakan salah satunya. Dengan demikian, jalan tol tidak hanya berfungsi mendukung konektivitas, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi baru di daerah.
”Ada pasar untuk menyerap produk UKM setempat. Sementara dari sisi pengguna jalan tol butuh tidak hanya istirahat atau singgah, tetapi bisa sesuatu yang lain. Kebutuhan keduanya ini mesti dipertemukan,” kata Faisal, Selasa (11/6/2019), di Jakarta.
Meski demikian, desain TIP saat ini masih belum mengakomodasi konsep pengembangan lebih lanjut, seperti simpul logistik, interkoneksi antarmoda, atau sebagai destinasi baru. Untuk itu, diperlukan kerja sama dan perencanaan yang baik antara pengelola tol dan TIP bersama pemerintah daerah agar TIP memberi dampak optimal bagi perekonomian daerah.
Pelibatan UKM setempat di TIP memang menjadi perhatian pengelola tol. Menurut General Manager Pemasaran Jasa Marga Related Business Marlina Ririn I, sekitar 70 persen area komersial di TIP yang dikelola Jasa Marga Related Business justru diisi oleh UKM. Jumlah ini lebih tinggi dari ketentuan pemerintah sebesar 30 persen dari area komersial. ”Kami mengelola 27 titik TIP di Pulau Jawa dan 6 titik TIP di luar Pulau Jawa,” kata Marlina.
Ketika sebuah TIP dibangun, pihaknya melakukan penawaran kepada UKM setempat yang memiliki kekhasan atau keunikan. Selain itu, UKM juga dapat masuk ke TIP melalui pemerintah daerah setempat. Total terdapat 277 UKM yang bekerja sama di TIP yang dikelola Jasa Marga Related Business.
Ke depan, menurut dia, wacana atau kemungkinan pengembangan TIP untuk fungsi lain akan terus dijajaki. Salah satu yang akan dikembangkan adalah adanya hotel transit yang kini sudah dimungkinkan untuk dibangun di TIP. Namun, penambahan fasilitas lain tersebut akan memperhitungkan standar pelayanan dan luasan lahan yang ada.
Di Tol Trans-Sumatera, PT Hutama Karya (Persero) tengah menyiapkan TIP yang luasnya mencapai 50 ha. Sekretaris Perusahaan PT Hutama Karya (Persero) Muhammad Fauzan mengatakan, untuk keperluan mudik, pihaknya telah menyiapkan 12 TIP sementara. Untuk TIP permanen, kini tengah dilakukan pembangunan TIP yang nantinya seluas 50 ha.
”Yang jelas, nantinya 70 persen untuk UKM agar bisa memberdayakan masyarakat setempat. Dan itu sudah jadi komitmen kami. Dari satu TIP seluas 50 ha, selain menyediakan layanan bagi pengemudi, 4-5 ha untuk kegiatan komersial, lalu 45 ha lainnya untuk fungsi lain, seperti interkoneksi moda, dry port, bahkan destinasi baru,” kata Fauzan.
Pengembangan TIP dengan penambahan beberapa fungsi lain memang masih dikaji. Namun, dengan ketersediaan lahan yang luas, pengembangan TIP menjadi sumber ekonomi baru di daerah dapat dilakukan. Untuk itu, PT Hutama Karya akan bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara sebagai pemilik lahan, kemudian Pelindo untuk pengembangan dry port, dan beberapa pihak lain.
Secara terpisah, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy N Mandey mengatakan, pengoperasian jaringan jalan tol yang diikuti dengan pengembangan TIP menjadi peluang usaha baru bagi pengusaha ritel. Sebab, keberadaan TIP di sejumlah daerah akan membuka pasar baru yang diharapkan mendorong pertumbuhan ritel di daerah. Pada Maret 2019, Bank Indonesia mencatat penjualan ritel tumbuh 10,1 persen (year on year).
Pengembangan tempat istirahat dan pelayanan menjadi peluang usaha baru bagi pengusaha ritel.
Karena merupakan pasar yang baru, lanjutnya, pengusaha ritel memerlukan manfaat, seperti adanya masa tenggang (grace period) sebelum sewa diberlakukan. Selain itu, perlu ada standar atau kebijakan yang seragam dalam pengelolaan TIP agar layanan yang diberikan juga optimal.
Meski demikian, menurut Roy, sampai saat ini belum tersedia informasi yang jelas mengenai perencanaan, pembangunan, dan pembukaan area komersial di TIP. Ketidakjelasan informasi bagi pengusaha ritel untuk berusaha di TIP merupakan kecenderungan yang umum terjadi untuk lokasi komersial bagi moda transportasi lain.
”Harapan kami agar ke depan dikelola lebih transparan, terstandardisasi, dan holistik. Dan juga terbuka kepada siapa saja untuk bisa masuk dan berkompetisi secara sehat,” katanya.