Pertambangan tanpa izin ternyata masih beroperasi di wilayah Dongi-Dongi, Kabupaten Poso, di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Pihak berwajib pun kembali menertibkan kawasan tersebut.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS - Pertambangan tanpa izin ternyata masih beroperasi di wilayah Dongi-Dongi, Kabupaten Poso, di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Untuk menghentikan kegiatan ilegal itu, pihak berwajib kembali menertibkan kawasan tersebut, Rabu (12/6/2019).
Penertiban dilakukan petugas Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu bersama warga Dongi-Dongi, Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara. Penertiban dilakukan dengan menutup sejumlah lubang tambang dan penanaman bibit pohon.
Dari lokasi pertambangan tanpa izin (PETI) tersebut, ditemukan dan disita alat-alat untuk penambangan berupa linggis, sekop, selang, papan, dan katrol. Alat-alat itu dipakai untuk menggali lubang di tanah guna mengeruk bongkahan batu yang diduga mengandung bijih emas.
PETI tersebut berlokasi di bukit sekitar 1,5 kilometer dari permukiman warga Dongi-Dongi. Jaraknya sekitar 80 kilometer arah selatan Palu, ibu kota Sulteng. PETI itu sempat ramai sejak akhir 2015 hingga pertengahan 2016 sebelum penertiban besar-besar pada Agustus 2016.
Luas areal yang dirambah penambang saat itu sekitar 5 hektar. Selain warga sekitar di Kecamatan Lore Utara serta Palolo dan Nikilalaki di Kabupaten Sigi, penambang juga berasal dari luar Sulteng, terutama Sulawesi Utara dan Gorontalo. Sejak ditertibkan, lokasi itu dijaga oleh pihak balai dan kepolisian.
Irham Rangga Sasmita, Pelaksana Tugas Humas dan Publikasi Media Balai Besar Taman Nasional (TN) Lore Lindu mengatakan, pihaknya memergoki dua penambang di lokasi. Mereka pun didata dan dibina agar tak melakukan penambangan ilegal lagi.
Kami bekerja sama dengan masyarakat Dongi-Dongi untuk mengawasi lokasi bekas PETI sehingga penambangan ilegal bisa ditekan.
Irham menyatakan, para penambang masuk ke lokasi secara sembunyi-sembunyi. Hal itu pula yang menyulitkan petugas untuk mendeteksi mereka. Irham tidak menyebutkan jumlah pasti penambang yang beraktivitas di lokasi itu melainkan hanya beberapa orang saja.
“Kami bekerja sama dengan masyarakat Dongi-Dongi untuk mengawasi lokasi bekas PETI sehingga penambangan ilegal bisa ditekan. Dalam rencana, pihak balai bekerja sama dengan warga Dongi-Dongi mengembangkan ekowisata danau di sana,” ucap Irham.
Lokasi sekitar PETI merupakan habibat sejumlah satwa endemik Sulawesi, antara lain tarsius (Tarsius tarsier), anoa (Bubalus sp), dan berbagai jenis kupu-kupu. Selain itu, wilayah Dongi-Dongi juga bagian dari hulu sungai Sopu yang memasok air untuk sawah di Kecamatan Palolo, Gumbasa, Dolo, dan Biromaru di Kabupaten Sigi.
Wilayah Dongi-Dongi sendiri merupakan enclave (kantong) di dalam kawasan TN Lore Lindu yang ditetapkan pada 2014 seluas 2.500 hektar.
Manajer Kampanye dan Perluasan Jaringan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Eksekutif Daerah Sulteng Stevandhi menilai, pihak Balai Besar TN Lore Lindu lalai dalam mengawasi bekas PETI. Lokasi tersebut diawasi aparat, tetapi penambang masih bisa beroperasi.
Ia pun meminta balai untuk mengevaluasi pengawasan PETI Dongi-Dongi. Kalau ditemukan ada petugas yang bekerja sama dengan para penambang, harus diproses secara hukum. Pembiaran tersebut menjadi preseden buruk dalam isu konservasi.