Peningkatan komposisi biodiesel menjadi 30 persen pada bahan bakar solar atau B-30 dinilai bisa jadi salah satu solusi defisit neraca minyak dan gas. Sebagian pihak meyakini penggunaan bahan bakar ini dapat menekan defisit sebanyak Rp 70 triliun pada 2020.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Peningkatan komposisi biodiesel menjadi 30 persen pada bahan bakar solar atau B-30 dinilai bisa jadi salah satu solusi defisit neraca minyak dan gas. Sebagian pihak meyakini penggunaan bahan bakar ini dapat menekan defisit sebanyak Rp 70 triliun pada 2020.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan bahan bakar B30 dapat mengurangi impor solar sebanyak 8 juta - 9 juta kiloliter dalam setahun. "Nilainya setara dengan kira-kira Rp 70 triliun," katanya dalam konferensi pers usai peluncuran uji jalan B-30 di Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Badan Pusat Statistik atau BPS mendata, neraca perdagangan minyak dan gas (migas) sepanjang Januari-April 2019 mengalami defisit sebesar 2,76 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau senilai Rp 39,38 triliun dengan kurs referensi Bank Indonesia. Sementara, defisit neraca migas sepanjang 2018 tercatat mencapai 12,4 miliar dollar AS dengan defisit pada Januari-April 2018 sebesar Rp 3,89 miliar dollar AS.
Pemerintah telah menerapkan perluasan mandatori bahan bakar B-20 sejak September 2018 lalu. Pada Januari-April 2019, BPS mencatat, ada penurunan impor minyak mentah dan hasil minyak sebesar 48,43 persen dan 9,71 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam kelompok hasil minyak, impor bahan bakar diesel turun 35,76 persen.
Pemerintah merencanakan, mandatori bahan bakar B-30 diterapkan pada Januari 2020. Pada Oktober 2019 mendatang, Dadan mengatakan, pihaknya dapat menyerahkan rekomendasi implementasi mandatori tersebut kepada Menteri ESDM.
Impor solar yang ditekan dengan bahan bakar B-30 tersebut akan digantikan dengan biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit (fatty acid methyl ester atau FAME). Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor menyebutkan, 9 juta kiloliter FAME akan menyerap 10 juta ton minyak kelapa sawit mentah atau CPO.
Saat ini, ada 19 pelaku industri yang bergerak di biodiesel dengan total kapasitas pabrik terpasang sebesar 12 juta kiloliter FAME. Tumanggor menyebutkan, akan ada tambahan dua pabrik dengan total kapasitas terpasang sebesar 1 juta kiloliter FAME. Menurutnya, tambahan pembukaan pabrik ini disebabkan oleh prospek pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar.
Adapun sepanjang Januari-April 2019, Aprobi mencatat, total produksi FAME mencapai sekitar 2,7 juta kiloliter. Volume FAME yang dimanfaatkan untuk program B-20 berkisar 2,1 juta kiloliter. Proyeksinya, program B-20 akan membutuhkan 6 juta kiloliter FAME sepanjang 2019.
Dalam rangka mendukung implementasi program B-30, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman mengatakan, pihaknya akan mengandalkan 111 terminal bahan bakar minyak (BBM) yang telah mendistribusikan B-20. Adapun titik pencampuran FAME terdapat di 26 terminal BBM dan tiga kilang.
Pertamina mendata, realisasi penyaluran B-20 sepanjang 2018 mencapai 16 juta kiloliter. Penyerapan FAME sepanjang 2018 sebesa 3,2 juta kiloliter. Dalam peningkatan komposisi biodiesel dalam bahan bakar solar, Menteri ESDM Ignasius Jonan meminta komitmen pada pelaku usaha biodiesel agar konsisten memproduksi FAME. "Jangan sampai begitu harga CPO di tingkat internasional meningkat, FAME (untuk dalam negeri) menghilang," katanya.
Jonan juga menargetkan, mandatori bahan bakar B-30 juga diterapkan pada kereta api, transportasi angkut pertambangan, dan alat utama sistem pertahanan. Kementerian ESDM memproyeksikan, konsumsi biodiesel dalam negeri dapat mencapai 6,9 juta kiloliter pada 2025.
Uji jalan
Dalam kesempatan yang sama, pemerintah melaksanakan uji jalan terhadap kendaraan yang menggunakan bahan bakar B-30. Ada 11 kendaraan yang mengikuti pengujian, yakni 8 mobil penumpang dan 3 mobil truk.
Mobil penumpang akan menempuh jarak total sepanjang 50.000 kilometer (km) dengan perjalanan 560 km per hari. Sementara itu, mobil truk menempuh perjalanan 350 km per hari denga total sepanjang 40.000 km.
Pengujian jalan itu bertujuan mengetes ketahanan performa kendaraan dengan bahan bakar B-30. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Hammam Riza menyebut, aspek-aspek yang diuji meliputi, kerja mesin, emisi, dan penyimpanan bahan bakar.