Kericuhan antara aparat keamanan dan pendemo terjadi pada hari kelima aksi unjuk rasa di Hong Kong. Bursa saham setempat jatuh dan permintaan atas uang tunai dilaporkan naik.
HONG KONG, RABU— Polisi Hong Kong menembakkan peluru karet dan gas air mata kepada demonstran yang melempari aparat dengan botol plastik dalam aksi, Rabu (12/6/2019). Aksi itu merupakan aksi lanjut menolak rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan tersangka dikirim ke China untuk diadili.
Puluhan ribu pengunjuk rasa berkumpul dengan damai di luar gedung DPR Hong Kong. Sebagian pengunjuk rasa membawa payung. Menjelang tengah hari, situasi mulai memanas akibat adu mulut antara polisi dan pengunjuk rasa. ”Kami akan menggunakan kekuatan,” demikian bunyi peringatan polisi di tengah aksi para demonstran.
Mobil-mobil ambulans melaju ke arah lokasi unjuk rasa saat bentrokan pecah dan kepanikan menyebar di antara kerumunan. Para demonstran berusaha melarikan diri dari gas air mata yang menyengat. Sejumlah media setempat melaporkan, sedikitnya 10 orang terluka dalam bentrokan itu.
Langsung berimbas
Berita bentrokan itu langsung berimbas ke pasar keuangan. Bursa saham Hong Kong jatuh dan permintaan atas uang tunai melonjak. Beberapa pelaku bisnis memilih menutup usaha mereka sementara waktu. Sebagian besar disebabkan pelaku usaha dan pegawai mereka ikut serta dalam aksi demonstrasi itu. Mogok kerja adalah sesuatu yang relatif jarang terjadi di Hong Kong.
Indeks acuan Hang Seng ditutup 1,7 persen lebih rendah pada perdagangan Rabu. Itu terjadi setelah investor dan pelaku pasar memilih keluar dari pasar sehingga indeks sempat turun 2 persen. Saham-saham perusahaan China di Hong Kong rata-rata melemah 1,2 persen. Penurunan itu lebih dalam dibandingkan pelemahan yang terjadi di pasar saham di Shanghai di mana indeks turun 0,6 persen.
Front Hak Asasi Manusia Sipil, lembaga yang mengorganisasi protes pada Minggu (9/6/2019)—diperkirakan melibatkan lebih dari 1 juta orang— menuduh polisi menggunakan kekerasan yang tidak perlu.
Para pengunjuk rasa, sebagian besar dari mereka adalah orang-orang muda berpakaian hitam, mendirikan sebuah barikade ketika mereka bersiap berjongkok. Hal itu dimaksudkan agar upaya menduduki kawasan pusat para demonstran.
Pemandangan itu mengingatkan publik pada protes ”Occupy” pro-demokrasi yang memblokade bekas koloni Inggris pada tahun 2014. Gerakan kala itu dikenal dengan sebagai ”Gerakan Payung”.
Kekerasan mereda pada Rabu sore saat hujan rintik-rintik turun. Namun, puluhan ribu orang tertahan di jalan-jalan yang penuh dan macet di kawasan sekitar Jalan Lung Wo, jalan arteri utama di dekat perkantoran Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam yang menjadi tujuan utama aksi warga itu.
”Bukankah kita mengatakan pada akhir gerakan ’Payung’ bahwa kita akan kembali?” kata anggota parlemen pro-demokrasi Claudia Mo. Ia merujuk pada nama yang sering digunakan untuk demonstrasi 2014, yakni gerakan payung kuning kala itu. ”Sekarang kita kembali!” kata Mo.
Imbauan Inggris
Pemerintah Inggris mengeluarkan seruan yang berisi desakan agar Pemerintah Hong Kong mendengarkan keprihatinan rakyat. Semua diminta tetap tenang dan kembali damai. ”Protes yang sedang berlangsung di Hong Kong adalah tanda yang jelas dari keprihatinan publik yang signifikan tentang perubahan yang diusulkan terkait undang-undang ekstradisi. Saya meminta semua pihak tetap tenang dan damai,” kata Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt.
Ia mengatakan pentingnya pihak berwenang berdialog dan mengambil langkah-langkah untuk menjaga hak dan kebebasan serta otonomi Hong Kong. Hal itu dinilai penting guna menopang reputasi internasional Hong Kong. Inggris menyerahkan kembali kendali Hong Kong kepada China pada tahun 1997 berdasarkan Deklarasi Bersama. Terkait hal itu, Beijing berkewajiban menjamin kebebasan di kota semi-otonom itu hingga tahun 2047.