JAKARTA, KOMPAS - Dewan Perwakilan Daerah meminta kenaikan anggaran Rp 561,61 miliar untuk tahun anggaran 2020. Lebih dari setengah alokasi dana tersebut atau Rp 320,19 miliar akan digunakan untuk kebutuhan reses, penambahan program, dan penyerapan aspirasi masyarakat. Permintaan itu dinilai tidak mendesak dan tidak terlalu relevan dengan kewenangan DPD saat ini.
Pada tahun anggaran 2020, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendapat pagu indikatif dari Kementerian Keuangan Rp 732 miliar, turun Rp 355,1 miliar dibandingkan pagu indikatif 2019.
Dalam rapat dengar pendapat antara Sekretaris Jenderal DPD dan Komisi III DPR untuk membahas rencana kerja DPD tahun 2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2019), Sekretaris Jenderal DPD Reydonnyzar Moenek mengatakan, dengan jatah pagu indikatif saat ini DPD hanya bisa mengalokasikan anggaran untuk dua kali reses anggota DPD setahun. Anggaran itu tak cukup untuk membiayai lima kali reses dalam setahun sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Oleh karena itu, DPD mengalokasikan Rp 320,19 miliar dalam RKA tahun 2020. Alokasi anggaran itu tidak hanya untuk biaya reses anggota DPD, tetapi juga untuk menambah program dan kegiatan penyerapan aspirasi di setiap daerah. Adapun satu anggota DPD mendapat dana Rp 78 juta untuk sekali reses.
”Ini usulan yang wajar karena ini sudah diatur dalam undang-undang. Kami tidak menuntut lebih. Ini realitas yang kami butuhkan untuk kenyamanan bekerja,” kata Reydonnyzar.
Selain itu, DPD juga meminta tambahan dana Rp 47,96 miliar untuk membangun kantor DPD di tiga provinsi, yaitu Sumatera Selatan, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.
Terkait hal itu, Reydonnyzar meminta Komisi III DPR menyurati Presiden untuk mencabut moratorium pembangunan gedung kementerian dan lembaga yang saat ini diterapkan. Namun, Komisi III menilai, permintaan itu tidak mendesak.
”Selama ini, setiap tahun (pencabutan moratorium pembangunan gedung) juga diajukan, tetapi fraksi-fraksi di DPR tidak pernah setuju. Untuk sekarang, kami masih prioritaskan untuk gedung pengadilan,” ujar Wakil Ketua Komisi III Erma Suryani Ranik.
Terkait permintaan anggaran institusi mitra kerja, menurut dia, Komisi III akan mengkaji urgensi setiap usulan sebelum meneruskannya ke Badan Anggaran DPR.
Tidak mendesak
Permintaan tambahan anggaran untuk kebutuhan reses anggota DPD dinilai tidak mendesak. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen, Lucius Karus, mengatakan, permintaan itu tidak signifikan karena keberadaan kantor anggota DPD di daerah sebenarnya sudah jadi sarana penyerapan aspirasi daerah.
Dia memahami, memang ada sedikit tambahan kewenangan DPD untuk memantau dan mengevaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah. Namun, tugas itu semestinya tidak memerlukan tambahan anggaran yang signifikan.
”Urgensi reses DPD ini sulit dibuktikan karena saluran untuk memperjuangkan aspirasi yang diserap oleh anggota DPD juga agak terbatas ketika dibawa ke tingkat nasional,” kata Lucius.