Kebijakan BUT Sejalan dengan Melokalkan Pusat Data
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia memandang kebijakan wajib bentuk usaha tetap atau BUT bagi perusahaan teknologi yang bertransaksi daring dan ke Indonesia sejalan dengan semangat melokalkan pusat data digital.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia memandang kebijakan wajib bentuk usaha tetap bagi perusahaan teknologi yang bertransaksi daring dan ke Indonesia sejalan dengan semangat melokalkan pusat data digital. Sesuai regulasi yang ada, seluruh penyelenggara sistem dan transaksi elektronik untuk publik wajib menempatkan pusat data di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza, yang dihubungi pada Rabu (12/6/2019), di Jakarta, berpendapat, pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dapat diikuti dengan penegakan pelaksanaan penempatan pusat data secara lokal.
Ketentuan penempatan pusat data secara lokal atau kerap disebut juga data localization terangkum di Pasal 17 Peraturan Pemerintah (PP) No 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Pasal 17 PP No 82/2012 itu mewajibkan seluruh penyelenggara sistem dan transaksi elektronik untuk layanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di Indonesia.
”Dengan demikian, kedua peraturan itu saling melengkapi. Kami sampai sekarang belum memiliki informasi terkait daftar perusahaan penyedia aplikasi konten internet (over-the-top/OTT) asing yang sudah mendaftar bentuk usaha tetap,” ujarnya.
Berdasarkan survei APJII ”Penetrasi dan Profil Pengguna Internet Indonesia 2018”, sekitar 171,17 juta dari 264,14 juta orang total penduduk Indonesia adalah pengguna internet. Sekitar 50,7 persen pengguna internet mengaku sering mengakses konten di Facebook, 17,8 persen pengguna sering mengunjungi aplikasi Instagram, 15,1 persen di YouTube, 1,7 persen Twitter, dan 0,4 persen LinkedIn.
Sebelumnya, dalam simposium pajak di Fukuoka, Jepang, Sabtu (8/6/2019), menteri keuangan negara-negara G-20 sepakat merumuskan pajak kepada perusahaan teknologi besar. Sejumlah perusahaan raksasa dinilai berusaha menurunkan tagihan pajak dengan mencatatkan laba di negara berpajak rendah meskipun konsumen terbesarnya bukan dari wilayah itu.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan, pertumbuhan pendapatan perusahaan teknologi terus berlipat, tetapi Indonesia tidak merasakannya, baik dalam pertumbuhan produk domestik bruto maupun pendapatan pajak.
Juru bicara Netflix untuk Indonesia belum bisa berkomentar ketika dikonfirmasi mengenai hasil simposium pajak di Fukuoka ataupun PMK No 35/2019. Sebelumnya, kantor perwakilan Google di Jakarta, Indonesia, belum dapat memberikan konfirmasi mengenai kesepakatan negara kelompok G-20. Sementara perwakilan Facebook di Indonesia memilih tidak mau berkomentar.