Komunikasi jaringan teroris di Kalimantan Tengah sudah dimulai sejak 2013. Sejak saat itu juga, polisi sudah mengawasi orang-orang yang diduga selalu berkomunikasi dengan kelompok teroris. Salah satunya berinisial An, orang yang membawa kelompok teroris ke Palangkaraya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Komunikasi jaringan teroris di Kalimantan Tengah sudah dimulai sejak 2013. Sejak saat itu juga, polisi mengawasi orang-orang yang diduga selalu berkomunikasi dengan kelompok teroris. Salah satunya berinisial An, orang yang membawa kelompok teroris ke Palangkaraya.
Hal itu dijelaskan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalteng Ajun Komisaris Besar Hendra Rochmawan di sela-sela jumpa media dan tokoh masyarakat di Palangkaraya, Kalteng, Kamis (13/6/2019).
Hendra menjelaskan, pihak Detasemen Khusus 88 Polri sudah berkoordinasi dan menunjukkan daftar nama orang-orang yang berkomunikasi langsung dengan beberapa kelompok teroris, seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di luar Kalteng.
”Sejak 2013, catatan komunikasi antara kelompok teroris di luar Kalteng ke sini itu banyak sekali, daftar namanya ada. Jadi, kami sudah memantau pergerakan kelompok-kelompok ini sejak lama,” kata Hendra.
Hendra mengungkapkan, di Palangkaraya, warga berinisial An, yang masih dalam pemeriksaan, memfasilitasi beberapa anggota JAD yang melarikan diri dari Gunung Salak, Aceh Utara. An mengajak kelompok ini untuk berkumpul di Palangkaraya.
Sesampai di Palangkaraya, lanjutnya, kelompok ini mengumpulkan dana dengan bekerja di tambang ilegal atau melakukan pembalakan liar di Palangkaraya dan Gunung Mas. Beberapa dari mereka berjualan bakso dan menjahit.
”Mereka kumpulkan modal untuk ke Jakarta dan berkumpul dengan Abu Zahra yang sudah ditangkap di Bekasi. Sebelum ke sana, kami tangkap dulu dan kami bawa semua,” kata Hendra.
Ia mengatakan, dari barang bukti yang disita, beberapa barang terindikasi digunakan untuk membuat bom pipa dan bom jenis lain. Peralatan yang disita dinilai belum lengkap untuk membuat bom karena mereka memerlukan modal besar yang masih dikumpulkan.
Beberapa orang yang ditangkap di Kalteng pernah mengikuti pelatihan militer dan pembuatan bom di Gunung Salak, Aceh Utara. Mereka dinilai sebagai spesialis perakit bom seperti pemimpin mereka, Abu Hamzah.
”Bahkan, mereka sudah bisa membuat detonator jarak jauh menggunakan telepon genggam,” ujar Hendra.
Kepala Kepolisian Daerah Kalteng Inspektur Jenderal Anang Revandoko dalam kesempatan yang sama menyatakan, pihaknya masih terus melakukan penyelidikan terhadap 34 orang yang ditahan. Dua di antaranya sudah menjadi tersangka, sedangkan 32 lainnya masih diperiksa intensif.
”Ada anak balita dan ibunya. Nanti akan diberikan layanan sosial supaya mereka tidak mengikuti jalan yang salah itu,” ucap Anang.
Ia menambahkan, pada Kamis pagi ini, tim dari Kementerian Sosial datang untuk melakukan penanganan terhadap keluarga yang terpapar radikalisme. Menurut dia, hal itu tidak menghalangi proses penyelidikan yang dilakukan Densus 88 dan Polda Kalteng.