JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kesehatan telah mengirim surat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika untuk memblokir iklan rokok di internet. Berdasarkan riset, 75 persen remaja mengetahui iklan rokok di media daring. Pemblokiran iklan rokok ini mendesak dilakukan karena prevalensi perokok muda, terutama anak-anak dan remaja, terus meningkat.
Riset Kesehatan Dasar 2018 mencatat, prevalensi perokok muda usia 10-18 tahun sebesar 9,1 persen. Angka ini meningkat daripada tahun 2013, yakni 7,2 persen. Padahal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menargetkan prevalensi perokok turun menjadi 5,4 persen.
Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, di Jakarta, Kamis (13/6/2019), menuturkan, ia telah mengirimkan surat terkait dengan dorongan pemblokiran iklan rokok di internet kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada Senin (10/6/2019). Tindakan pemblokiran ini diperlukan karena tingginya paparan iklan rokok di berbagai media, termasuk media berbasis teknologi informasi.
”Kami sudah kaji, mereka (anak usia muda) sudah bisa merokok saat ini bukan lagi karena melihat orangtua atau senior mereka, melainkan lebih pada iklan di media sosial. Paparan iklan rokok di internet ini cukup tinggi, baik di media sosial maupun media daring,” ujarnya.
Dari sejumlah riset yang telah dilakukan, banyak anak dan remaja yang terpapar iklan rokok di internet. Riset yang dilakukan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-The London School of Public Relations menunjukkan, 3 dari 4 remaja mengetahui iklan rokok di media daring. Paparan iklan rokok di Youtube mencapai 80,3 persen, portal berita 58,4 persen, Instagram 57,2 persen, dan permainan daring 36,4 persen.
Penelitian lainnya dilakukan juga oleh Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Diketahui 45,7 persen remaja usia di bawah 18 tahun terpapar iklan rokok melalui internet.
Nila menilai, tingginya paparan iklan rokok terhadap anak dan remaja di internet harus segera disikapi secara serius. Larangan iklan rokok menjadi langkah yang tepat untuk mengatasi kondisi itu.
”Kalau anak sudah sekali merokok akan mendapat efek adiksi yang berkepanjangan karena nikotin. Jangka panjang bisa menimbulkan berbagai penyakit katastropik seperti jantung, stroke, dan diabetes. Ini bisa menjadi beban negara di masa depan,” katanya.
Tingginya paparan iklan rokok terhadap anak dan remaja di internet harus segera disikapi secara serius. Larangan iklan rokok menjadi langkah yang tepat untuk mengatasi kondisi tersebut.
Dihubungi secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu mengatakan, surat Menteri Kesehatan terkait dengan pemblokiran iklan rokok di internet telah diterima pada Kamis siang. Menteri Kominfo Rudiantara pun langsung memberikan arahan kepada tim pengais konten negatif (AIS) untuk melakukan pengaisan (crawling) terhadap iklan rokok di internet.
Dari proses itu, hingga Kamis pukul 17.00 ditemukan 114 kanal atau alamat website di internet, termasuk Facebook, Instagram, Youtube, dan media daring yang melanggar aturan terkait dengan larangan promosi rokok. Aturan ini tertuang pada Pasal 46 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.
”Pengaisan dilakukan secara terus-menerus oleh tim AIS dan langsung kami takedown (blokir). Menteri Kominfo pun telah mengomunikasikan tindak lanjut pemblokiran ini untuk menggelar rapat koordinasi bersama Menteri Kesehatan. Pembahasan terkait pelanggaran harus dibicarakan lagi karena regulator ada di Kemenkes,” ujarnya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, iklan rokok di internet memang layak diblokir untuk melindungi anak dari paparan iklan rokok. Keberadaan iklan rokok di internet sangat mengkhawatirkan karena penayangannya tidak bisa dikontrol. Saat ini, lebih dari 142 juta masyarakat Indonesia menggunakan internet, termasuk di antaranya anak-anak dan remaja.
”Indonesia merupakan negara yang masih menjadi surga iklan dan promosi rokok. Padahal, di seluruh dunia, iklan dan promosi rokok telah dilarang, seperti di Eropa dan Amerika Serikat. Pemblokiran iklan rokok bisa menjadi cara untuk mencegah meningkatnya prevalensi merokok pada anak-anak dan remaja,” ujarnya.