Pembersihan sedimentasi lumpur bercampur sampah di Waduk Pluit, Jakarta Utara, tidak cukup hanya fokus pada pengerukan. Persoalan permukiman kumuh yang ada di dekat waduk perlu juga diselesaikan karena sampah juga berasal dari aliran kali di sepanjang permukiman tersebut.
Oleh
STEVANUS ATO / NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pembersihan sedimentasi lumpur bercampur sampah di Waduk Pluit, Jakarta Utara, tidak cukup hanya fokus pada pengerukan. Persoalan permukiman kumuh yang ada di dekat waduk perlu juga diselesaikan karena sampah juga berasal dari aliran kali di sepanjang permukiman tersebut.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih di Jakarta, Kamis (13/6/2019), mengatakan, pembersihan sampah di Waduk Pluit harus diikuti kerja kolektif antarsatuan kerja perangkat daerah di pemerintah kota, bahkan di tingkat provinsi. Sebab, di waduk tersebut, permasalahan yang timbul bukan hanya sampah, tetapi juga permukiman kumuh.
"Jadi memang harus ada penyelesaian yang mendasar dan solusi yang lebih serius untuk menanganinya secara komprehensif. Pemukiman ditata, pembersihan kali dari sampah juga harus terus dilakukan," tutur Andono.
Dalam pemberitaan Kompas, Rabu (13/6), sedimentasi lumpur bercampur sampah mengotori Waduk Pluit, Jakarta Utara. Timbunan sampah berasal dari dua aliran kali, salah satunya adalah Kali Gendong yang melewati permukiman kumuh di dekat waduk.
Andono menegaskan bahwa Waduk Pluit merupakan instalasi perairan yang sangat strategis. Oleh karena itu, menurut dia, jangan sampai fungsi waduk bisa terganggu karena adanya sampah.
Pantauan Kompas, pada pukul 16.00 WIB, Kali Gendong dengan panjang sekitar satu kilometer itu selain dipenuhi sampah. Sebagian badan kali nyaris tak terlihat. Sebagian rumah warga berbentuk rumah panggung juga dibangun tepat di atas aliran kali itu. Warga sekitar juga membuang sampah dan mengalirkan limbah rumah tangga ke aliran kali yang bermuara di Waduk Pluit Jakarta Utara.
Karno (45) warga RT 016 RW 17, Kelurahan Penjaringan, yang bermukim tepat di tepian Kali Gendong, mengatakan, sampah di Kali Gendong sangat mengganggu karena bau busuk sampah tercium hingga dalam rumah. Dia berharap ada perhatian pemerintah untuk segera mengangkut sampah itu.
"Apalagi kalau musim hujan, banjir surutnya cukup lama karena banyak tertahan sampah. Itu baunya enggak tahan," kata Karno.
Tanpa penggusuran
Namun demikian, warga sekitar berharap pembersihan dilakukan tanpa ada penggusuran. Karno mengaku sudah tinggal puluhan tahun di wilayah itu, dan rutin membayar pajak bumi dan bangunan setiap tahun.
Kepala Seksi Humas RW 017 Arifin Maka, pun mengatakan, pihaknya siap bekerja sama dengan pemerintah untuk membersihkan sampah di kali itu. Mereka akan segera menggelar rapat dengan seluruh pengurus RW 017 untuk mendengar aspirasi masyarakat dan mencari solusi agar pembersihan Kali Gendong dapat berjalan.
"Ini mau enggak mau harus dibersihkan, mau sampai kapan kali itu seperti ini. Ya minimal alirannya dikembalikan ke semula dan diperluas ke kiri sekitar dua meter dan kanan dua meter," tutur Arifin.
Lurah Penjaringan Depika Romadi, pada Rabu, mengatakan, kepemilikan lahan di Muara Baru beragam. Selain milik pemerintah daerah, juga ada lahan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan, Indonesia Port Corporation, dan perusahaan swasta.