REIMS, RABU – Tim nasional sepak bola putri Amerika Serikat mendapat pujian sekaligus kecaman setelah mengalahkan Thailand 13-0 pada laga penyisihan Grup F ajang Piala Dunia Putri 2019 di Perancis, Rabu (12/6/2019) dini hari WIB. Timnas AS mencatat kemenangan terbesar dalam sejarah piala dunia putra dan putri. Namun, muncul polemik karena AS dianggap melecehkan Thailand.
Bagi Thailand yang baru dua kali mengikuti piala dunia putri, menghadapi AS yang merupakan juara bertahan adalah tugas yang amat berat. Para pemain Thailand seperti sedang berada di ladang pembantaian pada laga itu. Mereka tidak bisa berbuat banyak ketika para pemain AS bergantina membobol gawang mereka, tiga gol pada babak pertama dan 10 gol pada babak kedua. Bintang tim AS Alex Morgan bersinar dengan mencetak lima gol.
Hasil laga itu jelas menunjukkan dominasi AS, sekaligus memberi pesan kepada lawan lain di Grup F. Namun, polemik muncul ketika para pemain AS selalu melakukan selebrasi setiap mencetak gol. Bagi sebagian orang, sikap tersebut dinilai tidak pantas dan merupakan penghinaan besar terhadap Thailand.
Salah satunya dilontarkan mantan pemain AS Taylor Twellman lewat Twitter. ”Merayakan gol seperti itu membuat saya merasa bersalah. Saya penasaran apakah mereka (pemain AS) meminta maaf seusai laga,” tulisnya.
Pendapat serupa disampaikan pemandu dari Fox Sports, Rob Stone. ”Pada titik tertentu, ini sangat memalukan. Mereka (AS) seperti sedang berlatih mencetak gol,” ujarnya.
Ungkapan Rob Stone tidak berlebihan karena para pemain AS tidak menemukan kesulitan sama sekali untuk bisa sampai ke depan gawang Thailand dan mencetak gol. Morgan, misalnya, bisa berdiri bebas tanpa terkawal dan mencetak gol dengan menggunakan sisi luar kaki kirinya. Adapun kiper Thailand Sukanya Chor Charoenying hanya bisa memandang bola menembus gawangnya.
Namun, Pelatih timnas putri AS Jill Ellis membela para pemainnya. ”Kami menghormati lawan dengan melawan mereka sekuat tenaga. Gol yang banyak sangat penting dalam turnamen seperti ini,” ujarnya.
Kemenangan besar pada laga pertama yang berlangsung di Stadion Auguste-Delaune II, Reims, Perancis, itu juga menjadi momentum penting. Bagi Ellis, kemenangan itu bisa menambah rasa percaya diri pemain untuk mempertahankan gelar. AS adalah tim tersukses di piala dunia putri dan sudah tiga kali menjadi juara, yaitu pada tahun 1991, 1999, dan 2015.
Morgan juga mengatakan, bisa mencetak gol di ajang piala dunia adalah hal yang ia impikan sejak kecil. Oleh karena itu, wajar jika ia dan rekan-rekannya begitu gembira ketika berhasil mencetak gol ke gawang Thailand. ”Penting bagi tim untuk merayakan gol bersama-sama,” katanya.
Morgan juga mengaku telah mendekati beberapa pemain Thailand seusai laga untuk memberikan dukungan moral, salah satunya penyerang Thailand, Suchawadee ”Miranda” Nildhamrong. ”Saya katakan bahwa dia (Nild), ini masih laga pertama dan dia masih punya dua laga lagi. Dengan tampil di piala dunia, dia berhasil mewujudkan mimpi yang belum tentu diraih oleh banyak perempuan lain,” kata Morgan seperti dikutip Washington Post.
Nild mengakhiri laga itu dengan tangis. Namun, ia sepakat dengan Morgan bahwa laga itu merupakan pengalaman luar biasa. Nild pun bahagia tampil pada laga bersejarah itu.
Masih timpang
Koresponden Washington Post Liz Clarke menulis, laga itu merupakan dampak kebijakan FIFA yang menambah tim peserta piala dunia putri dari 16 tim menjadi 24 tim pada 2015. Kebijakan itu dibuat agar lebih banyak negara ikut serta.
Namun, tidak banyak tim yang ternyata siap untuk tampil di level dunia. Pada Piala Dunia Putri di Perancis terlihat, perkembangan sepak bola putri masih menyimpan ketimpangan besar, seperti yang diperlihatkan AS dan Thailand. Padahal, timnas putri Thailand sangat mendominasi di Asia Tenggara dan Indonesia menjadi saksinya.
Thailand pernah mengalahkan Indonesia 10-1 pada 2015 dan menang 3-0 pada 2018. Pada 2018, Thailand pernah mengalahkan Kamboja 11-0 dan imor Timur 12-0. Terlepas dari apa kekalahan besar dari AS, Thailand pantas bangga karena mampu menjadi wakil Asia Tenggara dan bertarung di level tertinggi. Indonesia masih harus banyak belajar dari mereka. (REUTERS)