JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah kembali menegaskan komitmen untuk sesegera mungkin menuntaskan kasus-kasus sengketa lahan. Tak hanya menetapkan hutan adat dan membagikan lahan terlantar, pemerintah juga berupaya menyelesaikan sengketa pemukiman di taman nasional dan cagar alam serta sengketa lahan di berbagai wilayah di Indonesia.
Untuk menegaskan komitmen tersebut, hari Rabu (12/6/2019) kemarin, digelar Rapat Tingkat Menteri di Kantor Staf Kepresidenan Jakarta. Selain Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, rapat juga dihadiri sepuluh perwakilan kementerian dan lembaga, termasuk Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI.
Dalam rapat itu terungkap, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menerima 666 aduan sengeketa lahan, Kementerian LHK 320 aduan, dan Kementerian ATR sekitar 400.000 pengaduan sengketa lahan. Sesuai rapat, Moeldoko, memaparkan, dari 666 aduan yang diterima KSP, sebanyak 435 diantaranya memiliki dokumen lengkap.
Karena itu dalam rapat tersebut, kementerian dan lembaga terkait diminta untuk segera menyelesaikan 435 kasus sengketa lahan. "Ada 67 kasus yang harapan kami bisa diselesaikan jangka pendek. Sisanya jangka sedang dan panjang. Inilah perlunya duduk bersama dengan kementerian dan lembaga agar bisa segera dituntaskan," kata Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu menjelaskan, sengketa lahan bukanlah persoalan yang mudah diselesaikan. Namun pemerintah tetap berkomitmen menangani konflik lahan secara serius.
Keseriusan pemerintah diantaranya ditunjukkan dengan penyusunan berbagai regulasi yang menjadi instrumen untuk menyelesaikan sengketa lahan. Untuk menyelesaikan sengketa lahan hutan, misalnya, diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2004 yang salah satunya mengatur perubahan batas kawasan hutan.
"Instrumen yang baru adalah PP Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, yang dikoordinasikan oleh menko perekonomian itu sudah ada permennya baik dari permenko maupun permen LHK," kata Siti Nurbaya menjelaskan.
Saat ini setidaknya 84 dari 320 kasus sengketa lahan yang diadukan ke Kementerian LHK sudah diselesaikan dengan menggunakan instrumen yang sudah dimiliki pemerintah. Siti menargetkan, dalam waktu dekat bisa kembali menuntaskan 52 kasus sengketa lahan di kawasan hutan.
Setidaknya 84 dari 320 kasus sengketa lahan yang diadukan ke Kementerian LHK sudah diselesaikan
Keseriusan pemerintah juga ditunjukkan melalui penyelesaian sengketa hutan adat. Pemerintah sudah memasang target untuk menerapkan 6,53 juta hektar lahan adat indikatif. Tetapi saat ini baru 427.000 hektar lahan yang berhasil ditetapkan menjadi hutan adat indikatif.
Salah satu persoalan yang menghambat penetapan hutan adat, menurut Siti, adalah legitimasi masyarakat adat melalui Peraturan Daerah atau Surat Keputusan Gubernur/ Bupati/ Walikota. Pasalnya untuk mengeluarkan Perda atau SK kepala daerah diperlukan proses politik yang relatif panjang.
Tak hanya itu, pemerintah juga membagikan tanah-tanah terlantar di perkebunan kepada masyarakat. "Tanah-tanah terlantar di perkebunan itu kami kembalikan lagi ke masyarakat," kata Sofyan.
Untuk menangani sengketa lahan, Kementerian ATR juga membuat program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Program tersebut diyakini dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan sengketa lahan di masa yang akan datang. Efektivitas program PTSL setidaknya terlihat dari tuntasnya 1.500 kasus sengketa lahan yang ditangani Kementerian ATR pada tahun 2018.