JAKARTA, KOMPAS Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) masih bergulat untuk mencapai konsensus terkait konsep Indo-Pasifik ASEAN. Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Antonio Morato Tavares, Jumat (14/6/2019) di Jakarta mengatakan, masih ada dinamika dalam pembahasan konsep itu.
"Ada yang berubah, karena bukan apa yang kita sodorkan, kita harus mempertimbangkan pemikiran negara lain," kata Jose. "Kami menginginkan kerja sama yang saling menguntungkan, bukan rivalitas dan kontestasi. Konsep ini menunjukkan sifat alami ASEAN yang selalu mengupayakan bentuk kerja sama yang menguntungkan satu sama lain.”
Oleh karena itu, Jose berharap, dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-34 yang akan digelar pada 20-23 Juni mendatang di Bangkok, Thailand, konsep Indo-Pasifik ASEAN akan diadopsi ASEAN. Konsep ini merupakan pandangan kolektif di antara negara ASEAN yang mengukuhkan ASEAN sebagai kekuatan pusat di wilayah Indo-Pasifik. Menurut Jose, besar kemungkinan akan disebut sebagai ASEAN Indo-Pacific Outlook.
Awalnya, ASEAN Indo-Pacific Outlook berasal dari konsep Indo-Pasifik yang digaungkan Indonesia. Konsep itu mengedepankan prinsip keterbukaan, transparansi, inklusivitas, persahabatan, serta hukum internasional. Konsep itu kemudian diangkat ke tingkat regional untuk mencapai kesepakatan konsep Indo-Pasifik versi ASEAN.
Jose mengatakan, konsep ini diperlukan untuk menjaga soliditas dan kesatuan ASEAN serta mencegah ASEAN terpecah ataupun terseret oleh kontestasi kekuatan-kekuatan adi daya. Indonesia, termasuk ASEAN, perlu menunjukkan sikap tidak memihak agar tak menjadi proksi kekuatan besar.
Jose melanjutkan, negara- negara mitra, seperti Jepang, Amerika Serikat, India, dan China, menyambut baik konsep Indo-Pasifik ASEAN, meskipun mereka memiliki konsep Indo-Pasifik sendiri.
Isu lain
Menurut Jose, KTT ASEAN ke-34 juga akan membahas sejumlah isu antara lain Laut China Selatan (LCS) serta isu Rohingya dan Myanmar. ASEAN dan China berkomitmen untuk menyelesaikan kode etik (code of conduct/COC) di LCS pada 2021.
“Pada 2018, China menyampaikan ingin menyelesaikan COC dalam waktu tiga tahun. ASEAN selalu ingin segera selesai sejak diinisiasi pada 2002. Jadi, sekarang kami berada dalam proses penyelesaian,” ujar Jose.
Menurut Jose, COC akan berperan sebagai kode tata perilaku untuk mencegah insiden dan manajemen insiden yang terlanjur terjadi di LCS. Kode ini diperlukan untuk mencegah konflik mengeskalasi menjadi perang.
ASEAN dan China telah melalui 17 kali pertemuan untuk membahas COC. Indonesia optimistis COC akan terwujud sesuai target.
Adapun ASEAN juga akan menindaklanjuti proses repatriasi pengungsi Rohingya dari Bangladesh ke Myanmar dalam KTT tersebut. ASEAN sebelumnya berhasil meminta Myanmar untuk menerima bantuan ASEAN melalui Pusat Bantuan Kemanusiaan ASEAN atau AHA Centre untuk melakukan penilaian awal dalam melakukan repatriasi.
Direktur Kerja Sama Sosial Budaya ASEAN Kemlu Riaz Saehu menambahkan, sejauh ini, hasil penilaian AHA Centre terhadap masyarakat Rohingya mendapati mereka siap untuk melakukan perpindahan. Berdasarkan perhitungan, proses repatriasi dapat memindahkan sekitar 300 orang per hari.
Jumlah pengungsi Rohingya di Bangladesh mencapai 500.000-700.000 orang. Proses pemindahan semua pengungsi dapat mencapai enam tahun. Dengan demikian, isu tersebut akan dibahas dalam KTT untuk menganalisis bantuan apa yang bisa ASEAN berikan. (LSA)